Memutus Mata Rantai Kebencian Terhadap Golongan Kiri

1124 Viewed Redaksi 1 respond
illustrasi: amazine
illustrasi: amazine

Oleh: Diah Wahyuningsih Naat*

 

Peristiwa Gestok di tahun 1965 berjalan lebih dari 50 tahun. Peristiwa yang telah merubah tatanan kehidupan bangsa Indonesia serta merubah Orde yang berkuasa dari Orde Lama Soekarno ke Orde Baru Soeharto. Runtuhnya Orde Lama atau kekuasaan Soekarno ditandai dengan peristiwa di pagi dini hari tanggal 1 Oktober 1965 dengan penculikan dan pembunuhan para Jenderal.

 

Peristiwa terbunuhnya para Jenderal sudah barang tentu membuat suhu politik dan keamanan Indonesia memanas terutama di Ibu Kota Negara. Informasi tersebut berdampak luas ke seluruh daerah Indonesia meskipun kejadian pada 1 Oktober 1965 tidak semua daerah mengetahui dengan pasti bagaimana penculikan dan pembunuhan para Jenderal terjadi sampai pada akhirnya Soeharto mengumumkan secara resmi bahwa dalang dari semua kejadian utamanya adalah PKI yang harus bertanggung jawab.

 

Melalui Surat Perintah 11 Maret 1966, Soeharto memberi komando guna melakukan operasi pemberantasan terhadap pengkhianat ideologi yang jelas ditujukan pada PKI termasuk semua organisasi yang dianggap berafiliasi dengan PKI.

Pembersihan kelompok kiri pada proses selanjutnya menimbulkan dampak kemanusiaan dimana operasi pemberantasan bertindak massif dan sistematis melakukan pembersihan seluruh elemen masyarakat dari pengaruh komunisme. Ganyang PKI berkumandang di setiap operasi, pergerakan operasi militer bahkan dititik-beratkan agar kemungkinan perlawanan dari musuh dapat diatasi sehingga suasana negara semakin mencekam bukan pada saat peristiwa namun pada pasca peristiwa.

 

Selama periode 1965 sampai 1966 operasi militer merupakan tolak ukur keberhasilan negara dalam memberantas ideologi komunis di Indonesia, juga disimpulkan sebagai alat untuk mendudukkan kesaktian Pancasila. Macam-macam cara dilakukan dalam rangka menghancurkan ideologi Komunisme dimulai dari penangkapan, pemeriksaan yang nantinya digolongkan keterlibatannya menjadi Golongan A, B, dan C, pembuangan ke kamp-kamp diseberang pulau atau tepatnya diasingkan, dicabut status pekerjaan karena disinyalir selaku tokoh-tokoh utama dan lain sebagainya. Sampai pada akhirnya pembersihan golongan kiri semakin brutal disebabkan oleh banyaknya pelanggaran atas hak-hak mereka yang tertuduh dan dituduh sebagai kelompok  Gestok.

 

Tak ada yang salah andai kata negara bertujuan mengembalikan suasana kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi kondusif namun selama masa pembersihan pada faktanya, negara telah melanggar hak azasi manusia. Tidak adanya peradilan, penghilangan nyawa, dan pemerkosaan inilah yang kemudian mencoreng sisi kemanusiaan bangsa. Negara berhasil menjadi algojo penghancur golongan kiri yang berideologi kiri.

 

Kebohongan Besar Orba

 

Sejak reformasi bergulir di tanah air, meski mereka yang dibuang telah dibebaskan tahun 1979, pemerintahan Reformasi semakin berlaku bijak  mencabut ketetapan MPRS No. 31 tahun 1966 akan tetapi status ET (Eks Tapol) tidak bisa dihilangkan begitu saja. Stigmanisasi terhadap mereka masih menghantui kehidupan sosial dan politik bangsa yang akhirnya stigmanisasi tersebut bisa dikatakan berlaku langgeng. Lantas apa yang harus diperbuat negara untuk melenyapkan stigmanisasi dan label komunis yang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat. Tentu saja ini bukan pekerjaan gampang. Pemerintahan Orde Baru sepertinya sengaja mewariskan pengaruh kekuasaannya yang runtuh oleh tuntutan mahasiswa tanggal 21 Mei 1998. Ketidak-inginan pewaris Orde Baru mengakui keberadaan golongan kiri  menyebabkan kebohongan besar dan diwarisi dari generasi ke generasi. Rakyat Indonesia dibohongi oleh narasi sejarah yang menciptakan pola pikir kerdil. Dari generasi ke generasi, narasi sejarah Indonesia belum beranjak dari narasi made in Orba. Mereka beranggapan ketika kelompok yang berideologi kiri diberi hak-haknya, dipulihkan nama baiknya akan menciptakan luka lama berdarah kembali. Sungguh pemikiran picik yang membuat bangsa Indonesia semakin terpuruk atas sesuatu yang belum bisa dipastikan kebenarannya.

 

Bangsa Indonesia dibutakan akan kebenaran pelanggaran HAM yang sengaja dilakukan sebahagian besar kelompok pesaing. Bahkan kebencian kepada mereka yang dituduh berideologi kiri tak mampu membuka wacana baru menyelesaikan persoalan bangsa. Ketakutan yang tidak beralasan dan tidak berdasar dihembuskan oleh kelompok yang dulunya secara historis merupakan pesaing politik PKI.

 

Saya pikir, bangsa ini tak menginginkan terus-menerus mewariskan kebencian. Oleh karena itu segala cara wajib ditempuh dengan tujuan mereproduksi generasi baru yang nantinya mampu memutuskan mata rantai kebencian.

 

Mereproduksi generasi baru butuh waktu dan pemikiran yang bijak. Negara harus memastikan diri sebagai pihak yang berkewajiban mengayomi segenap masyarakat. Pro dan kontra atas sikap negara menyelesaikan persoalan adalah tantangan terbesar yang harus diperbuat. Mau tidak mau, suka tidak suka, negara berkewajiban membuka diri terhadap pelanggaran yang terjadi. Kata kunci yang paling tepat yang bisa dilakukan negara cuma satu yaitu mengakui kebenaran bahwa peristiwa pelanggaran HAM saat operasi militer benar adanya.

Percuma saja bila negara bermaksud menyelesaikan kalau tidak dimulai dari pengakuan. Kejujuran itu memang pahit tapi kejujuran tersebut bisa jadi signal positif yang tentu  dianggap keseriusan negara menegakkan demokrasi sesuai amanat konstitusi.

Ada signal positif yang mengacu pada niat menyelesaikan persoalan.

 

Simposium Nasional tanggal 18-19 April kemarin menjadi penyambung tali kebuntuan persoalan, namun simposium itu bukanlah arena dari akhir penyelesaiaan. Simposium hanya satu proses mencari formula yang tepat demi penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat sesuai NAWACITA yang dijanjikan Jokowi.

___

Diah Wahyuningsih Naat, Pengajar sejarah, tinggal di Batam

 

Don't miss the stories follow YPKP 1965 and let's be smart!
Loading...
0/5 - 0
You need login to vote.
illustrasi: vimeo[dot]com

Cinta Berbalut Politik Litsus

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo [Foto: anekanews]

Terkini: Kejagung Janji Usut Pelanggaran HAM di Masa Lalu

Related posts
Leave a Reply