Lelayu | Mardadi Untung | 28 April 1937 – 11 Mei 2018

… satu lagi kesuma runtuh pada hari ketika Merapi terbatuk di pagi cerah bersamanya …
Jumat, 11 Mei 2018, menjadi penanda waktu dimana seorang pelukis eks anggota Lekra; memenuhi panggilan kuasa Tuhannya. Mardadi Untung, 81 tahun, meninggal di RS Santa Maria, Pegatungan Mulyoharjo, Pemalang Jawa Tengah. Jenasahnya disemayamkan di rumah ibu Shinta, Dukuh Bendo, Kelurahan Pecangakan, Comal Pemalang. Sedangkan pemakaman akan dilaksanakan Sabtu, 12 Mei 2018 jam 08.00 wib; di TPU Paduraksa yang merupakan desa kelahirannya.
Pelukis kelahiran Paduraksa Pemalang, 28 April 1937, anak dari H. Yahya seorang haji di kampung itu, dikenal sebagai seniman pembelajar yang gigih setelah ia menamatkan pendidikannya sebagai mahasiswa angkatan pertama ASRI Yogyakarta (1962). Pada rentang waktu mana ia sempat berpuruhita kepada sang maestro Affandi; selama 2 tahun pada sanggarnya di Yogya. Dukungan menjadi seniman lukis pada masa rintisan awal kariernya juga banyak mendapat dukungan Sundoro, Ketua Persagi; kolega senior yang telah lebih dulu meninggalkannya.
Pada masa kejayaan kiprah Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang dibentuk atas inisiatif DN. Aidit, Nyoto, MS. Ashar dan AS. Dharta (Agustus 1950), karya cergamnya “Wolter Monginsidi” dan “Untung Suropati” secara bersambung mengisi rubrik di Harian Rakyat dimana Njoto menjadi pemimpin redaksinya. Njoto sangat terkesan dengan karya lukis Mardadi Untung dan bermaksud merekrut seniman perupa Pemalang ini untuk memboyongnya agar berkiprah di ibukota.
Namun sebelum Mardadi Untung bertolak ke Jakarta, pihak militer keburu menangkapnya (Oktober 1965) dan sejak itu Mardadi Untung berstatus sebagai tahanan politik. Kisahnya sebagai tapol ditangkap atas tuduhan makar merupakan kebohongan sejarah rejim Orba yang belum terungkap dan dituntaskan kasusnya hingga kini. Oleh militer, Mardadi Untung dijebloskan penjara Pemalang tanpa pernah diadili. Dia dipenjara selama 4 tahun di Pemalang juga tanpa putusan pengadilan. Kemudian pada tahun ke-5 ia dikirim ke Nusakambangan, sebelum akhirnya sejak tanggal 16 Agustus 1970 diasingkan ke kamp kerjapaksa Pulau Buru, menjalani total 14 tahun lamanya di penjara rejim Orba; bersama puluhan ribu tapol lainnya.
![SCREENING: Lukisan sketsa Mardadi Untung yang menggambarkan pengalaman tapol menghadapi interogasi “tim screening” pasca tragedi 65. Siksaan fisik, terutama pada bagian kepala yang berulang-ulang, disinyalir jadi penyebab sindrome syaraf penglihatan yang membutakan mata kanannya [Foto Kredit: Lukisan Mardadi Untung]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2018/05/lekra_skreening-300x199.jpg)
SCREENING: Lukisan sketsa Mardadi Untung yang menggambarkan pengalaman tapol menghadapi interogasi “tim screening” pasca tragedi 65. Siksaan fisik, terutama pada bagian kepala yang berulang-ulang, disinyalir jadi penyebab sindrome syaraf penglihatan yang membutakan mata kanannya [Foto Kredit: Lukisan Mardadi Untung]
Sepanjang kisah hidupnya yang berliku itu, ia menikah sebanyak 3 kali. Kini, Mardadi Untung telah pergi meninggalkan istri dan 8 anak-anaknya, meninggalkan kita semua…
“Selamat Jalan, Bung Mardadi Untung..”.
____________
Your comment?