Tragedi Dan Pembodohan Di Sekitar Isu PKI

Oleh: AJ Susmana | 31 JANUARI 2017 | 15:15
Di era Demokrasi Terpimpin, 1959 – 1965, menjadi anggota PKI, Partai Komunis Indonesia adalah sesuatu banget. Yang terkeren, termaju, cerdas, intelektual, memahami seni dan budaya, pergaulan luas hingga internasional ya anggota Partai Komunis Indonesia. Presiden (Bung Karno) semakin akrab dengan PKI hingga keluar dari mulutnya: “Ya sanakku, ya kadangku, yen mati aku melu kelangan”.
Bung Karno tidak hanya manis dimulut sampai akhir hayatnya menolak tuntutan politik yang sedang menguat: Pembubaran PKI. Bahkan Bung Karno masih tetap mengakui sumbangan PKI untuk kemerdekaan Indonesia di hari-hari terakhir kekuasaannya, katanya: “Banjak orang komunis, jang tulang-belulangnja berserakan dalam kuburan-kuburan jang tak dikenal di Digul, adalah pedjoang-pedjoang kemerdekaan jang ulung. Sampai sekarang orang komunis tetap mendjadi pedjoang besar.” (Cindy Adams, Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia, Gunung Agung, Djakarta;1966; 433)
Akhirnya, Bung Karno pun sebagai seorang Demokrat Radikal, dituduh sebagai anggota PKI dan meninggal dalam penghormatan rakyat yang mencintainya tetapi dianggap tidak penting oleh Pemerintah Orde Baru yang semakin berkuasa. Sementara itu anggota PKI dari anggota terpenting sampai tidak penting dianggap tidak ada jasanya sama sekali terhadap Republik Indonesia. Diburu seperti binatang liar; dibunuh tanpa takut hukum dan dosa; dipenjara tanpa tahu kapan dibebaskan; dibuang diharapkan mati dalam pembuangan.
Situasi berbalik 180 derajat. Di bawah Orde Baru, menjadi anggota PKI adalah nista dan tak layak untuk hidup apalagi hidup layak. Sewaktu-waktu dijadikan hewan persembahan untuk Dewa-Dewa yang bertempur. Situasi ini tampak tak berubah di bawah era reformasi yang mendamba persatuan bangsa dan kebhinekaan, termasuk di bawah Presiden Joko Widodo. Tampak tidak ada usaha yang serius untuk melawan kebodohan bangsa dalam memandang Komunisme dan PKI tetapi tetap menjadikannya hewan kurban. Bagaimana mungkin membangun persatuan bangsa sambil menistakan dan menghinakan golongan lain?
Hari-hari ini tuduhan membabi buta tentang aktivitas PKI di Istana Presiden dan kader-kader PKI yang baru yang rutin rapat di Istana Presiden semakin menggelisahkan banyak orang. Presiden tampak menikmati situasi ini sehingga yang tertuduh terpaksa mencari jalan keluar sendiri-sendiri seperti melakukan somasi dan klarifikasi. Tampak bahwa tuduhan sebagai kader PKI masih ampuh untuk menjadikan seseorang mati kutu atau tak nyaman di bawah pemerintahan yang mengusung Tri Sakti sebagai jalan keluar. Tidak ada revolusi mental dalam menghadapi isu PKI dan Komunisme seakan-akan masih sama dengan ketika hidup di bawah naungan Orde Baru atau barangkali mempunyai bayangan yang lebih gelap.
PKI dan Komunisme memang harus disikapi oleh rakyat Indonesia hari ini karena isu PKI dan Komunisme semakin tidak mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi justru semakin membodohkan kehidupan bangsa. Karena PKI dan komunisme dianggap sebagai biang kejahatan sebagaimana diatur dalam Tap MPRS No 25 tahun 1966, isu PKI dan komunisme akan terus bisa didaur ulang untuk meruwetkan dan menghororkan keadaan.
Isu PKI dan Komunisme sudah tidak bisa lagi menjadi urusan kaum brahmana kampus yang memegang otoritas ilmu pengetahuan tetapi juga harus menjadi urusan kaum sudra-rakyat dan warganegara biasa yang tiap hari bergelut dengan mencari sesuai nasi dan kampanye Partai-Partai politik yang barangkali bukan pilihannya.
Sudah selayaknya, Tap MPRS nomor 25 tahun 1966 itu yang menjadi landasan pendirian Orde Baru dicabut. Orde Kebangsaan yang memfasilitasi rakyat secara terbuka untuk memajukan bangsa sudah selayaknya dipancangkan!
AJ Susmana
Leave a Reply
#Popular in this month
Popular
-
1Surat dari Adi Rukun
-
2Wawancara Dengan Dr Soebandrio, Kepala Badan Pusat Intelijen : Soeharto Memang PKI!
-
3Catatan Rahasia Sebelum Munculnya G30S [Secret]
-
4Bedjo Untung di Forum HAM Asia
-
5Laporan dan Rekomendasi Komnas HAM Tentang Peristiwa 1965 – 1966
-
6Penggalan Kepala Dipajang sepanjang Jalan
-
7Bedjo Untung: “Masalahnya di Jaksa Agung”
-
8Rocky Gerung: “Ketakutan Muncul Negara Komunis Sebenarnya Sudah Tak Ada”
-
9Commemoration of the “Orba” Prison in Tangerang*
-
10Tangan Mohammad Hatta Berlumuran Darah Dalam Peristiwa Madiun
-
Korban pembersihan anti-komunis Indonesia memenang...
Bedjo Untung memenangkan pengakuan di Korea Selatan untuk pencarian... read more »
-
Afro-Asiaisme di Akademi Indonesia
Wildan Sena Utama | 10 Februari Empat tahun lalu, Carolien Stolte... read more »
-
Komitmen penegakan hukum dan HAM dipertanyakan
Temuan 346 lokasi kuburan massal korban tragedi 1965-66 dilaporkan YPKP... read more »
-
Seputar Proklamasi Kemerdekaan Kita
Kesaksian Soemarsono “…Ada cerita tentang Proklamasi... read more »
-
Sekilas Tempo Doeloe [3]
Oleh: Andreas JW Gagal Menyelamatkan Bung Amir Di tengah-tengah kerja... read more »
-
Sekilas Tempo Doeloe [1]
Oleh: Andreas JW Mengenal Alimin Kira-kira awal 1946, pimpinan Jawatan... read more »
-
Tangan Mohammad Hatta Berlumuran Darah Dalam Peris...
Oleh: Martin L Dinihari 19 September 1948, Brigade 29 yang... read more »
-
Perempuan Yogyakarta dalam Perjuangan
Nur Janti | 21 Aperil 2018; 14.00 wib Para perempuan Yogyakarta... read more »
Your comment?