Lelayu | Ir. Djoko Sri Moeljono

Djoko Sri Moeljono
[ 5 Mei 1938 – 3 Mei 2018 ]
Ir. Djoko Sri Moeljono, pria Jawa Timur kelahiran di Banyuwangi, 5 Mei 1938. Dalam program tugas belajar ke luar negeri semasa pemerintahan Soekarno, dia mengambil jurusan Metalurgy dan menyelesaikan studinya di Universitas Persahabatan Patrice Lumumba, Moskwa. Sekembalinya dari Moskwa “Pak Djoko”, begitu ia dipanggil; bergabung di Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) dan bekerja mengabdikan disiplin keilmuan yang diperolehnya sebagai staf ahli pada pt Krakatau Steel Cilegon (masa itu BUMN) Banten.
Sebagaimana Pram kolega tapolnya, ia juga alami masa pembuangan ke Nusakambangan sebelum akhirnya diasingkan ke Pulau Buru; dimana dia harus masuk kamp kerja paksa selama 12 tahun. Pengalaman pada masa sebelumnya, selama ia masih menjalani kerja paksa di Serang, Menes, Rangkasbitung dan desa-desa di Banten ia menuliskan catatan hariannya. DS Moeljono menulis pengalaman tapolnya dengan huruf dan bahasa Rusia untuk mengelabui kontrol dan tekanan aparat militer Orba.
Himpunan tulisannya kemudian diterbitkan menjadi dua buku “Banten Seabad Setelah Multatuli” (Ultimus, 2013) dan “Pembuangan di Pulau Buru” (Ultimus, 2017).
Jenasah alm Djoko Sri Moeljono telah dimakamkan di TPU Malaka Jakarta Timur (3/5/2018) diberangkatkan dari rumah kediamannya di Komplek Perumahan Pondok Bambu Permai Blok AM No. 3 Jakarta Timur.
Semasa hidupnya beliau aktif setiap kali ada kegiatan pertemuan korban Tragedi ’65, pernah mewakili YPKP 65 ketika diundang LPSK untuk beri kesaksian tentang penyiksaan yang beliau alami. Almarhum dikenal sebagai sosok yang tegas, berdisiplin, kuat dalam prinsip dan lugas dalam menyampaikan pandangannya.
Saat masih menjalani penahanan di Banten, pernah ditawari untuk dibebaskan dari tahanan oleh anggota kerabatnya yang menjadi petinggi Orba, namun ia tegas menolaknya.
“Kalau mau bebaskan, ya semuanya, jangan cuma saya”, teguhnya.
Beliau juga pernah ikut Aksi “Payung Hitam” Kamisan di depan Istana.
Your comment?