Refleksi 20 Tahun Reformasi: Bersihkan Aparat Negara dari Kebangkitan Neo-OrBa
Pernyataan Sikap YPKP 65
No.: 180521/YPKP65/2018
Refleksi 20 Tahun Reformasi: Bersihkan Aparat Negara dari Kebangkitan Neo-OrBa
Harus diakui bahwa refleksi kita atas 20 tahun jalan Reformasi telah dihadapkan pada realitas terkonsolidasikannya kembali kekuatan anti reformasi itu sendiri. Agenda-agenda mendesak yang diamanatkan gerakan 1998 ini, dalam perjalanannya telah dimoderasi, atau bahkan ditelikung; sehingga pada kenyataannya berbanding terbalik dengan harapan kita semua mengenai perubahan signifikan.
Rangkum agenda reformasi yang mengamanatkan amandemen UUD 1945, pemberantasan KKN, mengadili pelanggaran HAM, pencabutan dwi-fungsi ABRI, demokratisasi, dan otonomi daerah; jika mau dinilai secara jujur maka masih jauh dari harapan kita semua. Terlebih untuk agenda mengadili pelanggaran HAM Indonesia yang sama sekali telah menemui jalan buntu, meski telah ada UU sebagai payung regulasinya.
Transformasi keadilan tak terjadi dan infrastrukturnya tak tersedia. Kalau pun telah ada lembaga yang berkaitan dengan itu tak berfungsi sebagaimana mestinya. Komnas HAM, Kejakgung, seakan lumpuh, meski ada lembaga seperti Wantimpres, KSP dan lembaga lain yang menyokongnya. UU KKR digugurkan Mahkamah Konstitusi namun tak jua ada reform UU penggantinya. Pengadilan Adhoc, Komisi kepresidenan juga tak dibentuk spesifik untuk itu, padahal telah dkandung dalam amanat konstitusi dan secara gamblang bermanifest dalam agenda reformasi.
Pertanyaan besarnya: “Apa yang bisa diharapkan dari negara hari ini?”,
Penuntasan kasus kejahatan kemanusiaan dengan jalan mengadili pelanggaran HAM masa lalu sebagaimana agenda mendesak reformasi; semakin jauh panggang dari api. Bahkan ingatan pemerintah akan janji Nawacita seakan dicederai dan lalu tenggelam oleh munculnya kasus-kasus baru kejahatan HAM yang terus terjadi dan berakumulasi tiap hari. Negara -melalui aparatusnya- memproduksi kekerasan di mana-mana; termasuk di sektor buruh dan agraria. Kekerasan direproduksi tanpa henti. Dan kejahatan HAM masa lalu kemudian semata diposisikan menjadi masa lalu terkunci dalam kotak pandora.
Sehingga upaya untuk mengangkat kembali kejahatan atas kemanusiaan, khususnya tragedi 1965-66 dan setelahnya; ini dianggap sebagai mengungkit masa lalu atau mengorek kembali luka lama. Dan atas setiap upaya yang berkaitan dengan semua ini bahkan selalu diisukan sebagai bagian dari kebangkitan PKI. Propaganda kebohongan, hoax dengan muatan isu SARA seperti ini pun -termasuk sentimen agama- terus saja dipelihara bahkan direproduksi menjadi alat bagi politik stigma yang bisa diviralkan menjadi pendorong tindakan persekusi massa. Insiden penyerbuan ke YLBHI Jakarta (16-17 September 2017) atas akan digelarnya Diskusi Sejarah Tragedi 1965 adalah contoh paling kasat mata.
Dalam konteks penegakan hukum dan HAM, niatan menuntaskan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan pada tahun 1965-66 dan setelahnya; praktis mengalami kebuntuan total. Tak lagi terlihat kesungguhan negara dalam upaya melanjutkan rintisan jalan berkeadilan bagi para korban. Alih-alih menegakkan hukum dan HAM di negeri ini, aparatus negara malah melakukan pembubaran diskusi-diskusi publik dan persekusi oleh massa intoleran terhadap upaya-upaya pengungkapan sejarah tragedi 65 bahkan dibiarkan terus terjadi.
Penyelenggara dan lembaga negara yang ada telah kehilangan kesungguhan dalam masalah besar ini. Alih-alih menyelesaikan masalah malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Sedangkan partai-partai yang ada tak lagi bisa dipercaya rakyatnya.
Dan sampai pada batas ini, Reformasi seakan telah mati. Sebaliknya, kekuatan anti reformasi dan anti demokrasi makin menguat saja. Impunitasnya terjaga. Sementara agenda-agenda krussial yang diamanatkan telah terabaikan dan menjadi beban hutang sejarah reformasi itu sendiri.
Merujuk kepada kondisi kegagalan dan pengkhianatan cita-cita Reformasi 20 tahun yang lalu, dengan ini kami Korban 65/YPKP 65 mendesak kepada Negara/ Pemerintah Republik Indonesia untuk:
- Konsisten melaksanakan agenda Reformasi 1998 antara lain: Adili Penjahat HAM, Adili Suharto -bisa in absentia- beserta kroni-kronimya, Bersihkan aparat negara/pemerintahan dari budaya KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme), Tegakkan supremasi hukum, Tolak Dwi-Fungsi ABRI (karena ini bisa menjurus kepada militerisme/ fasisme), Laksanakan Otonomi Daerah yang benar-benar sesuai kehendak rakyat bukannya ciptakan raja-raja kecil di daerahnya -karena penguasa daerah hanya dimungkinkan bagi mereka yang memiliki modal keuangan besar- serta Laksanakan Amandemen UUD 1 Juni 1945 yang sesuai dengan cita-cita lahirnya UUD 1945 itu sendiri yaitu Indonesia yang menghargai keberagaman, toleransi dan kebebasan berpendapat dan berserikat, bukannya memasung Demokrasi.
- Terbitkan Keppres Rehabilitasi Umum untuk korban pelanggaran HAM berat HAM khususnya untuk Korban 65, gelar Pengadilan HAM ad hoc sesuai UU Nomor 26/Tahun 2000. Berikan hak-hak korban: Rehabilitasi, Reparasi, Pengungkapan Kebenaran, Kompensasi dan Jaminan tidak ada keberulangan seperti yang dijamin Undang-Undang 39/Tahun 1999 dan UU-LPSK Nomor 13/Tahun 2006 serta Perubahan/ Amandemen UU-LPSK Nomor 31/Tahun 2014.
- Segera bentuk Komisi Kepresidenan untuk Pemulihan Korban Pelanggaran HAM untuk mewujudkan janji dalam Nawacita yaitu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara bermartabat dan berkeadilan.
- Hentikan persekusi dan stigmatisasi bagi Korban Pelanggaran HAM 65, stop diskriminasi dan buka kebebasan/akses yang sama dengan warga negara yang lainnya.
- Bersihkan Aparat Negara/Pemerintah dari munculnya kebangkitan Neo-Orde Baru yang represif, koruptif, anti Demokrasi dan anti Hak Asasi Manusia.
Jakarta, 21 Mei 2018
Bedjo Untung
Ketua YPKP 65 (YAYASAN PENELITIAN KORBAN PEMBUNUHAN 1965/1966
Indonesian Institute for The Study of 1965/1966 Massacre)
SK Menkumham No.C-125.HT.01.02.Tahun 2007; Tanggal 19 Januari 2007
Berita Negara RI Tanggal 5 Juni 2007 No.45
Alamat: Jalan MH.Thamrin Gang Mulia I No.21 Kp. Warung Mangga, Panunggangan, Kecamatan Pinang, Tangerang 15143, Banten, Indonesia
Phone : (+62 -21) 53121770, Fax 021-53121770 | E-mail ypkp_1965@yahoo.com | Website: http://www.ypkp1965.org
One Response to “Refleksi 20 Tahun Reformasi: Bersihkan Aparat Negara dari Kebangkitan Neo-OrBa”
Leave a Reply
#Popular in this month
Popular
-
1Wawancara Dengan Dr Soebandrio, Kepala Badan Pusat Intelijen : Soeharto Memang PKI!
-
2Surat dari Adi Rukun
-
3Catatan Rahasia Sebelum Munculnya G30S [Secret]
-
4Laporan dan Rekomendasi Komnas HAM Tentang Peristiwa 1965 – 1966
-
5Penggalan Kepala Dipajang sepanjang Jalan
-
6Bedjo Untung: “Masalahnya di Jaksa Agung”
-
7Rocky Gerung: “Ketakutan Muncul Negara Komunis Sebenarnya Sudah Tak Ada”
-
8Bedjo Untung di Forum HAM Asia
-
9Commemoration of the “Orba” Prison in Tangerang*
-
10Tangan Mohammad Hatta Berlumuran Darah Dalam Peristiwa Madiun
-
Korban pembersihan anti-komunis Indonesia memenang...
Bedjo Untung memenangkan pengakuan di Korea Selatan untuk pencarian... read more »
-
Afro-Asiaisme di Akademi Indonesia
Wildan Sena Utama | 10 Februari Empat tahun lalu, Carolien Stolte... read more »
-
Komitmen penegakan hukum dan HAM dipertanyakan
Temuan 346 lokasi kuburan massal korban tragedi 1965-66 dilaporkan YPKP... read more »
-
Seputar Proklamasi Kemerdekaan Kita
Kesaksian Soemarsono “…Ada cerita tentang Proklamasi... read more »
-
Sekilas Tempo Doeloe [3]
Oleh: Andreas JW Gagal Menyelamatkan Bung Amir Di tengah-tengah kerja... read more »
-
Sekilas Tempo Doeloe [1]
Oleh: Andreas JW Mengenal Alimin Kira-kira awal 1946, pimpinan Jawatan... read more »
-
Tangan Mohammad Hatta Berlumuran Darah Dalam Peris...
Oleh: Martin L Dinihari 19 September 1948, Brigade 29 yang... read more »
-
Perempuan Yogyakarta dalam Perjuangan
Nur Janti | 21 Aperil 2018; 14.00 wib Para perempuan Yogyakarta... read more »
Hey. Gue. Sangat menyukai Artikel anda sangat menolong untuk Kami semua para pecinta Berita Hari ini