Pernyataan Pers YPKP 65 : Pelaporan Tindak Kejahatan Kemanusiaan Genosida 1965 Kepada Jaksa Agung [23-12-2021]
PELAPORAN TINDAK KEJAHATAN KEMANUSIAAN GENOSIDA 1965 KEPADA JAKSA AGUNG
YPKP 65 menyambut baik atas instruksi Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo kepada Jaksa Agung RI untuk mengusut kasus pelanggaran HAM Berat serta langkah Jaksa Agung yang dengan cepat memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus untuk segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM Berat khususnya kasus Paniai Papua.
YPKP 65 mendesak Jaksa Agung segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM Berat lainnya khususnya kasus Peristiwa /Genosida 1965/1966 yang telah dilakukan penyelidikan oleh Tim penyelidik pro justisia Komnas HAM selama 4 tahun (2008 – 2012) dan hasil penyelidikannya telah diserahkan kepada Jaksa Agung pada 20 Juli 2012. Rekomendasi Komnas HAM ini juga diperkuat oleh Keputusan Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal) IPT Tragedy 1965 Den Haag 10 -13 November 2015
Dalam Laporan Tim Penyelidik pro justisia Komnas HAM Peristiwa 1965-1966 dan Keputusan IPT 65 Den Haag dengan jelas menyatakan, telah terjadi pembunuhan, penculikan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan, penahanan, pemusnahan, kerja paksa mirip perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasankemerdekaan atau perampasan kebebasan phisik secara sewenang-wenang, kekerasan seksual, propaganda ujaran kebencian, perlakuan diskriminatif terhadap warganegara secara terstruktur, sistematis dan massal.
Penyidikan harus segera dilaksanakan oleh Jaksa Agung mengingat kondisi phisik Saksi dan Korban sudah lanjut usia, dalam keadaan sakit bahkan sudah banyak yang meninggal dunia. Apabila hal ini tidak segera dilakukan penyidikan maka dikhawatirkan Korban akan habis karena tutup usia. Bila ini terjadi, akan menjadi preseden buruk, mengapa ketika Korban dan Saksi masih hidup tidak segera diselesaikan. Ini akan menambah bukti Negara dengan sengaja ingin lari dari tanggungjawabnya untuk berikan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia kepada warganegaranya.
Korban perlu memperoleh kepastian hukum. Berdasarkan Surat Pembebasan yang Korban peroleh dari Laksusda (Pelaksana Khusus Daerah) maupun Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban), Korban dinyatakan bebas, tidak terlibat apa yang dinamakan dengan Gerakan 30 September, namun hak-haknya belum dipenuhi, bahkan masih mengalami persekusi dan teror.
Keputusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sangat penting bagi Korban agar LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) bisa memberikan hak-haknya kepada Korban sesuai perintah Undang-undang LPSK Nomor 13/Tahun 2006 dan Revisi UU-LPSK Nomor 31/Tahun 2014.
Pelaporan ke Jaksa Agung ini dalam rangka memperkuat Laporan Tim Penyelidik pro justisia Komnas HAM Peristiwa 1965-1966, tentang telah terjadinya kejahatan kemanusiaan pada Peristiwa 1965-1966, yaitu dengan menyerahkan Bukti-Bukti : Kesaksian Korban, Penemuan 346 Lokasi Kuburan Massal, Surat-Surat Administratif/Surat Pembebasan yang diterbitkan Pangkopkamtib/Laksusda, Gambar-Gambar Tapol ketika di Kamp Konsentrasi Kerja Paksa Pulau Buru, Video Klip Penggalian Kuburan massal Wonosobo, Dokumen CIA yang sudah dideklasifikasi, Dokumen Agen Intelijen Inggris, Jerman, dll., yang menunjukkan bahwa genosida 1965 adalah rekayasa sistematis dari Agen-Agen Intelijen asing untuk melakukan pembunuhan massal pada 1965.
Dengan pelaporan dan penambahan alat bukti ini, Jaksa Agung tidak lagi berkelit, berdalih kurangnya alat bukti dan segera lakukan penyidikan kasus tragedi 1965-1966.
Kiranya Presiden Jokowi segera melaksanakan janji Nawacita untuk menyelesaikan pelanggaran HAM khususnya kasus tragedi 1965 secara bermartabat dan berkeadilan agar tidak menggantung menjadi beban sejarah selama 56 tahun. Korban 65 ingin menjadi warganegara yang sama, sederajat dengan warganegara yang lain tanpa ada diskriminasi. Landasan hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat telah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomer 39/Tahun 1999, UU Pengadilan HAM Nomer 26/Tahun 2000 serta UU-LPSK Nomer 13/Tahun 2006 dan Revisi Nomer 31/Tahun 2014.
Untuk mempercepat penyelesaian Korban Pelanggaran HAM Berat, dengan tetap mengedepankan keadilan bagi Korban sambil menunggu proses hukum untuk mebuat penjeraan bagi para pelaku (penjahat HAM/perpetrators) agar tidak mengulangi lagi kasus kejahatan kemanusiaan di kemudian hari, dengan ini YPKP 65 mendesak:
1. Presiden Jokowi segera menerbitkan Keputusan Presiden/Peraturan Presiden/Dekrit Presiden untuk Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat khususnya Korban pelanggaran HAM Tragedi 1965-1966 .
2. Mengembalikan Hak-Hak Korban yang terampas secara tidak sah serta mencabut/membatalkan peraturan/perundang-undangan diskriminatif warisan rejim otoriter Suharto.
3. Mencabut Keppres No.28 Tahun 1975 yang telah dibatalkan Mahkamah Agung dalam Keputusan No. 04 P/HUM/2013 namun Presiden belum mecabutnya sehingga Hak-Hak PNS/Guru para mantan Tahanan Politik Tragedi 1965 atas Gaji dan Pensiun, tidak bisa dibayarkan oleh Negara. Keppres tersebut menjadi dasar pemerintah Orde Baru Suharto untuk membuat klasifikasi Tahanan Politik (Golongan C1,C2, dst) secara diskriminatif dan bertentangan dengan UUD 1945.
4. Mendesak kepada Menteri Keuangan RI melalui DPR-RI untuk meningkatkan Anggaran LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) agar dapat memberi pelayanan medis/psikososial kepada Korban secara optimal mengingat jumlah permohonan layanan oleh Korban semakin besar sementara anggaran tidak ditambah.
Jakarta 23 Desember 2021
Salam untuk Keadilan dan Kemanusiaan,
Bedjo Untung
Ketua YPKP65
Live on location 23 Des 2021 – Bukti Genosida untuk Kejaksaan Agung RI by Jakartanicus
Don't miss the stories follow YPKP 1965 and let's be smart!
Filed in Press-Release
Your comment?