Penuntasan Kasus 65, Prioritas Amnesty Internasional

Di tengah kebuntuan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat Indonesia masa lalu, terutama terkait peristiwa 1965-66 dan setelahnya; Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-66 (YPKP 65) mencoba aktif melakukan diskusi informal sejak tiga pekan sebelumnya dengan Amnesty Internasional Indonesia (AII) di Jakarta.
Akhirnya, meski tanpa kehadiran Direktur AII Usman Hamid karena sakit, rapat diskusi antara YPKP 65 dan Amnesty Internasional Indonesia pun digelar di markas barunya di bilangan Cikini (15/6).
Ketua YPKP 65 Bedjo Untung yang menyertai jajaran pengurus YPKP 65 pusat dan beberapa perwakilan korban penyintas dari bebagai daerah menilai pentingnya concern lembaganya dengan Amnesty International untuk fokus pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 yang belum tercapai pengungkapan kebenarannya; selain masih dimanipulasi oleh narasi tunggal Orde Baru Soeharto.
Hadir pula pada kesempatan ini perwakilan YPKP 65 daerah Bekasi, Cirebon, Pekalongan, Kebumen, Pati, Madiun, Surabaya, Bekasi dan Jakarta sendiri. Sementara dari AI Indonesia diwakili Veda dari Divisi Kampanye AII dan Bram.
Input Penting Amnesty International
Amnesty International Indonesia, sebagaimana dikemukakan Veda dan Bram menilai apa yang dikemukakan YPKP 65 sebagai masukan penting bagi lembaganya. Sebagai sebuah organisasi non-pemerintah yang memiliki jaringan lintas negara, AII akan mendiskusikan lanjut masukan dari YPKP 65 ini bagi terbukanya peluang maupun langkah terobosan lain, selain untuk kampanye hak asasi manusia di mata internasional.
Bedjo Untung juga mengingatkan pembebasan tapol 65 secara besar-besaran pada tahun 1979, itu bukan karena kebaikan rezim Soeharto, melainkan karena tekanan internasional termasuk dari Palang Merah dan Amnesty International.
“Tapi meskipun kami semua telah dibebaskan, tak bedanya kami seperti masih jadi tahanan”, ungkapnya. Stigma masih dilekatkan, segala yang dilakukan masih dibatasi, dicurigai dan bahkan persekusi terhadap para korban penyintas masih berlangsung hingga hari ini.
Masukan penting lainnya bahwa sebagai organisasi korban yang juga melakukan penelitian, YPKP 65 memiliki banyak hal yang dibutuhkan bagi menyusun langkah strategis selanjutnya. Dimungkinkan pula terjalin suatu kerja sama, sinergi antar lembaga. [hum]
Your comment?