Menyoal Komnas HAM Mati Langkah
![KOMNAS HAM: Komisioner Komnas HAM, Nurkhoiron menerima aduan (24/10) YPKP 65 di kantornya, Jl Latuharhary Jakarta [Foto: Humas YPKP 65]](https://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2017/10/IMG_2755c-655x360.jpg)
Tak bisa dipungkiri bahwa upaya pengungkapan kebenaran sejarah dalam tragedi 65 telah menjadi tema besar dalam issue penegakan hukum dan HAM Indonesia. Penyelesaian secara tuntas dan berkeadilan bagi korban dinantikan bukan saja oleh para korban tragedi besar ini; melainkan juga oleh komunitas internasional yang menyoroti masalah sejarah Indonesia ini.
Menyadari banyaknya korban 65 menunggu penuntasan kasus yang telah membuat hak-hak asasinya terlanggar sepanjang hidupnya, dan melihat momentum dibukanya (deklasifikasi) arsip rahasia AS sebagai momen penting bagi pengungkapan kebenaran; maka YPKP 65 mendatangi Komnas HAM (24/10) meski hanya ditemui seorang anggota komisionernya saja.
Nurkhoiron, anggota komisioner yang sebentar lagi bakal digantikan komisioner baru yang telah diangkat DPR-RI, tak banyak mengemukakan langkah terobosan penting institusinya, sebagaimana diminta oleh para korban; dalam menangani kasus pelanggaran HAM berat terkait kasus 65. Alih-alih merespons deklasifikasi arsip rahasia AS yang dipublikasikan, Komnas HAM bahkan mengakui kelemahan kinerjanya selama ini.
Menurut Nurkhoiron dari evaluasi dan refleksi yang disampaikannya, selama periode 5 tahun terakhir ini Komnas HAM secara kelembagaan, memenangkan (penuntasan kasus 65) tak cukup kuat mengatasi atau menyelesaikan masalah ini. Komnas HAM diberi mandat UU 39/1999 dinyatakan secara jelas hak untuk mendapatkan informasi kebenaran. Namun Komnas HAM sendiri secara internal masih banyak kelemahannya, termasuk dalam hal kearsipan. Di luar itu, pemerintah sendiri hingga rejim Jokowi hari ini belum bisa menyelesaikan peristiwa 65.
“Boro-boro melalui jalan pengadilan, upaya yang lebih soft saja, misalnya permintaan maaf, juga belum nampak”.
“Jadi ini (kasus 65_Red) memang persoalan serius yang sampai saat ini belum bisa diatasi”, papar Nurkoiron.
Koordinasi dengan kementerian Polhukam paska pengangkatan Wiranto sebagai menteri pada era Jokowi-JK, diakui mengalami kemerosotan dibanding sebelumnya. Bahkan Jokowi sendiri secara personal telah dipojokkan sebagai anaknya PKI; menurut Nurkhoiron ini jadi persoalan juga. Artinya pemerintah Jokowi sendiri juga (pada posisi) cukup lemah untuk bisa menyelesaikan persoalan ini.
Tentang Persekusi Massa
Di sisi lain, upaya pengungkapan kebenaran terkait tragedi 65 selalu dihadapkan dengan hoax ala orba yang menuding segala perbincangan terkait 65 sebagai kebangkitan PKI. Bahkan pertemuan YPKP 65 yang digelar untuk memfasilitasi kehadiran lembaga negara seperti LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan Komnas HAM sendiri, mengalami persekusi pembubaran di beberapa tempat.
Kasus persekusi demikian, sebagaimana terakhir terjadi di Kroya dan Cirebon ini dilaporkan YPKP 65 yang menyertakan beberapa delegasi daerah menghadap Komnas HAM sebagai lembaga negara yang menerima mandat UU 39/1999 untuk mengatasi masalah ini. Pun dikatakan Nurkhoiron bahwa lembaganya juga tak luput mengalami insiden pembubaran di beberapa tempat.
“Hal ini terjadi karena lemahnya penegakan hukum oleh aparat”, demikian Ketua YPKP 65 mengemukakan pandangannya.
Dalam spektrum yang lebih luas, kekerasan seperti ini terus-menerus direproduksi oleh pelaku kejahatan HAM yang impunitasnya masih terjaga hingga hari ini. Pada kesempatan ini YPKP 65 juga mempertanyakan respons yang lebih maju dan progresif berkaitan dengan deklasifikasi dokumen rahasia AS seputar tragedi 1965-66, sebelum dan setelahnya.
Namun Komnas HAM tak banyak memberikan harapan di akhir masa jabatan komisioner yang akan segera digantikan antara 10-13 November mendatang.
“Ini masalah yang sampai sekarang belum ada kemajuan, ini harus kita akui bersama”, pungkas Nurkhoiron. [hum]
Your comment?