Pernyataan Bersama | Tolak Gelar Pahlawan Soeharto
![KORBAN: Penyintas Tragedi 65 secara rutin mengadakan pertemuan seperti yang dilakukan di daerah Boyolali ini [Foto: Humas YPKP'65]](https://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2016/08/PIC_0173-640x360.jpg)
PERNYATAAN BERSAMA
KORBAN, KELUARGA KORBAN, ORGANISASI KORBAN
TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965/1966
MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL SOEHARTO
Dengan ini kami para Korban, Keluarga Korban dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 baik yang tinggal di Dalam maupun Luar Negeri sebagai akibat tindakan represif rejim militeristik Soeharto yang berkuasa sejak 1966-1998 di mana jumlah Korbannya tidak kurang dari 20 juta jiwa, menyatakan:
MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL SOEHARTO
Ada pun yang menjadi dasar pertimbangan/ alasan penolakan ialah sebagai berikut:
Pertama,
Soeharto telah melakukan kejahatan pelanggaran konstitusi, yaitu pengkhianatan terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945, yaitu dengan tindakannya melakukan perebutan kekuasaan secara merangkak (creeping coup d’etat) atas Presiden RI pertama yang sah Bung Karno. Kemudian, Soeharto melakukan serangkaian tindakan yang kontra revolusioner, menjadikan Indonesia tidak lagi menjalankan politik yang bebas aktif melainkan lebih berfihak kepada kepentingan imperialisme, neokolonialisme.
Soeharto telah mengkhianati Surat Perintah 11 Maret 1966 yaitu tidak melindungi ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno untuk melanjutkan perjuangan anti imperialisme, melainkan membawa Indonesia menjadi negara yang berpihak kepada kepentingan kapitalisme dan imperialisme, dengan mengundang para investor asing menjarah kekayaan bumi Indonesia.
Kedua,
selama periode kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 1966-1998, Soeharto telah melakukan serentetan kejahatan pelanggaran HAM berat, yaitu antara lain: genocida, pembunuhan massal atas 3 juta putra-putri terbaik bangsa Indonesia pada Tragedi Kemanusiaan 1965/1966. Jutaan rakyat telah ditangkapi, disiksa, dibuang, ditahan dan dibunuh tanpa melalui proses hukum. Harta benda korban dirampas, dimiliki tanpa hak. Aturan hukum dan perundang-undangan diskriminatif ia ciptakan untuk melanggengkan kekuasaan. Telah melakukan pelanggaran HAM berupa pencabutan paspor tanpa proses hukum terhadap warga negaranya yang ketika itu sedang bertugas belajar/bekerja di Luar Negeri.
Tindakan Soeharto bisa dikategorikan sebagai Crimes against Humanity dan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu, ia bisa diseret ke Mahkamah Pidana Internasional.
Selama berkuasa, Soeharto juga orang yang paling bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran HAM berat DOM di Aceh, Timor Leste, Papua, Kasus Penculikan Aktivis Mahasiswa, Kasus Tanjung Priuk, Kasus Talangsari Lampung, Pembunuhan Mahasiswa Trisakti, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Semanggi I/II, Penyerbuan Kantor PDI Jl. Diponegoro, Jakarta , Penembakan Misterius, Pembunuhan Aktivis HAM Munir serta berbagai kasus pelanggaran ekonomi, sosial, budaya, lingkungan lainnya.
Ketiga,
selama Soeharto berkuasa ia telah melakukan serentetan tindak kejahatan kriminal di bidang ekonomi, yaitu sebagai koruptor terbesar nomor satu di dunia. Menurut laporan Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations (2005), selama ia berkuasa telah mewariskan kerusakan lingkungan berupa pembabatan hutan dan hak penguasaan hutan untuk para kroni-kroninya. Sumber tambang dan mineral yang semestinya untuk kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia justru diberikan kepada asing (contohnya, tambang emas PT. Freeport yang diberikan kepada pengusaha Amerika Serikat).
Soeharto telah mewariskan hutang yang berjumlah trilyunan rupiah kepada rakyat yang tidak menikmatinya.
Keempat,
Soeharto adalah orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis multi dimensional yang hingga kini belum terselesaikan. Kehancuran akhlak, lunturnya patriotisme, nasionalisme. Soeharto adalah orang yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kehancuran di bidang hukum, politik, ekonomi. Ia adalah sosok yang menjadikan Indonesia terpuruk baik di dalam negeri mau pun luar negeri. Indonesia tidak lagi menjadi negara yang disegani karena ia lebih dikenal sebagai negara yang melindungi tindak kejahatan korupsi serta negara yang tidak melindungi Hak Asasi Manusia.
Kelima,
Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.” Oleh karena itu upaya menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan ketetapan MPR tersebut.
Hal-hal yang tersebut di atas belum pernah dipertanggungjawabkan baik secara politik mau pun hukum oleh mantan presiden Soeharto sampai ia wafat. Namun demikian, tidak berarti kasus pelanggaran HAM berat yang ia lakukan, yang ia ikut merekayasa telah selesai begitu saja. Sampai hari ini para korban belum memperoleh hak yang ia rampas secara sewenang-wenang, yaitu hak Pemulihan : Kebenaran, Keadilan dan Rehabilitasi.
Upaya memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sangat menyakiti hati para korban pelanggaran HAM dan rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin seorang pembunuh bangsanya sendiri dinobatkan sebagai pahlawan? Ini benar-benar di luar pemikiran akal sehat. Soeharto dikenal sebagai orang yang licik, penuh kebohongan, kotor dan menjijikkan. Sama sekali tidak layak sebagai panutan bangsa mau pun suri-tauladan bagi orang lain.
Atas dasar itu, kami para korban, keluarga korban dan organisasi-organisasi korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 baik secara sendiri-sendiri mau pun secara bersama-sama, yang tinggal di dalam maupun luar negeri sebagai akibat tindakan represif rejim militeristik Soeharto, mendesak Presiden Ir. Joko Widodo untuk:
Menolak Usulan Pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, segera menuntaskan kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 dengan memintai pertanggungan jawab kepada partai berkuasa saat itu yaitu Golkar dan Angkatan Darat sebagai pendukung rejim otoriter Orde Baru Soeharto yang terus melakukan politik diskriminasi sampai hari ini.
Mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan untuk mengungkap kebenaran, menghadirkan keadilan dan memulihkan hak-hak korban dengan menggelar Pengadilan HAM Ad Hoc seperti yang diamanatkan UU No 26/2000. Pemerintah Jokowi harus berani meminta maaf kepada para korban atas terjadinya pelanggaran HAM berat Tragedi 1965 serta berjanji untuk tidak tergulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Pemerintah harus berani melakukan terobosan untuk menuju penyelesaian komprehensif. Penyelesaian melalui jalur non yudisial/rekonsiliasi harus berjalan seiring dengan penyelesaian secara yudisial. Dengan mekanisme tersebut maka akan membuka jalan untuk rekonsiliasi nasional.
Demikian Surat Pernyataan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, 21 Mei 2016
Hormat kami,
Bedjo Untung
Ketua YPKP 65
YAYASAN PENELITIAN KORBAN PEMBUNUHAN 1965/1966 (YPKP 65)
Indonesian Institute for The Study of 1965/1966 Massacre
SK Menkumham No.C-125.HT.01.02.TH 2007 Tanggal 19 Januari 2007
Tambahan Berita Negara RI Nomor 45 tanggal 5 Juni 2007 .
Pengurus Pusat: Jalan M.H.Thamrin Gang Mulia no. 21 Kp. Warung Mangga, RT 01 RW 02, Panunggangan , Kecamatan Pinang, Kab/Kota Tangerang 15143, Banten, INDONESIA.
Phone : (+62 -21) 53121770, Fax 021-53121770,
E-mail ypkp_1965@yahoo.com; beejew01@yahoo.co.uk
Website: www.ypkp1965.org
Your comment?