Putusan IPT’65; Genosida dan Kuburan Massal
PEMALANG – Diakui maupun tidak, telah dibuktikan secara hukum bahwa negara ini melakukan kejahatan HAM pada sekitar tahun 1965-66 dan setelahnya. Bahkan dalam Final Verdict (putusan final) International People’s Tribunal (IPT’65) secara terang disebutkan bahwa Tragedi 1965 dikategorikan sebagai kejahatan genosida. Bahwa putusan IPT’65 yang dibacakan oleh hakim ketua Zak Yacoob (20/07) dan disiarkan langsung di 5 negara ini kemudian ditentang oleh pihak tertentu, termasuk pemerintah Indonesia sendiri; itu persoalan lain.
Pentingnya mengungkap kebenaran dan menegakkan hukum berkeadilan di tengah peradaban dunia, adalah hal substansial. Atas kepentingan ini, YPKP’65 melakukan serangkaian sosialisasi ke berbagai daerah. Dan pada hari Minggu (31/07) Ketua Umum YPKP’65 Bedjo Untung menghadiri silaturahmi yang digelar oleh YPKP Cabang Pemalang. Dalam silaturahmi ini hadir pula Ketua YPKP’65 Jateng Sudarno, penyintas yang sekaligus Ketua YPKP’65 Cabang Pekalongan.
Dalam sambutannya Ketua YPKP’65 Pemalang Agus Wijoyo memaparkan berbagai hal yang telah dilakukan pihaknya, termasuk membangun komunikasi dengan berbagai fihak dan pemangku kepentingan dalam upaya memperjuangkan “perbaikan nasib” para penyintas di wilayah pengorganisasiannya.
Secara khusus dalam kaitan genosida 1965-66, pihaknya telah melakukan pendataan korban pembunuhan maupun korban penyintas yang masih hidup yang sekarang rata-rata telah lanjut usia.
“Di wilayah Pemalang terdapat tak kurang dari 12 titik kuburan massal”, terangnya. Keterangan ini makin menarik karena YPKP’65 Cabang Pemalang secara rutin menggelar upacara tabur bunga dan ziarah setiap tahunnya.
Putusan IPT’65 sebagai Landasan Moral Hukum
Dalam kesempatan itu Ketua Umum YPKP’65 Bedjo Untung yang menyertakan Divisi Organisasi dan Divisi Kehumasan menekankan pentingnya membangun kerukunan dan rasa percaya diri diantara sesama korban. Hal ini penting untuk diintrodusir terus menerus di tengah kegaduhan konspirasi politik kaum reaksioner yang merasa tak rela jika kebenaran sejarah bangsa diungkap seterang-terangnya.“Kita telah banyak mengalami ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif”, demikian Bedjo Untung berorasi di depan 30an korban yang berkumpul di RM Bambu Ijo kawasan Pantura. Mantan Ketua Umum PPPI pada masa pergolakan politik pertengahan era 60-an ini, menambahkan bahwa ketidakadilan terhadap para penyintas harus segera diakhiri. Kita semua, katanya, harus membangun kepercayaan diri dan solidaritas yang kuat. Soliditas diantara sesama korban menjadi prasyarat utama dalam menempuh perjuangan hingga meraih kemenangan.
Meskipun visi perjuangan para penyintas itu bukan soal menang-kalah, tetapi semua orang harus memiliki keyakinan bahwa kebenaran hukum harus ditegakkan di negara hukum ini. Dan putusan Final Verdict yang telah diumumkan oleh Pengadilan Rakyat Internasional, meski belum cukup syarat untuk menjadi sebuah keputusan hukum yang mengikat; namun secara moral-enforcement itu semua sudah merupakan bukti kebenaran kita semua..
Your comment?