Temu Korban Tragedi 65 Banten dan Konferensi Internasional

1655 Viewed Redaksi 0 respond
BEDJO UNTUNG: Ketua YPKP'65 Pusat, Bedjo Untung (paling kanan) menemui para korban Tragedi 65 Banten (3/12)  sekaligus sosialisasi hasil-hasil Konferensi Internasional bertema Rekonsiliasi Sejarah Indonesia1965. Tema ini menjadi perbincangan komunitas internasional [Foto: Humas YPKP]
BEDJO UNTUNG: Ketua YPKP'65 Pusat, Bedjo Untung (paling kanan) menemui para korban Tragedi 65 Banten (3/12) sekaligus sosialisasi hasil-hasil Konferensi Internasional bertema Rekonsiliasi Sejarah Indonesia1965. Tema ini menjadi perbincangan komunitas internasional [Foto: Humas YPKP]

BANTEN – Di saat orang menunggu wakil Gubernur Banten tiba di lokasi resepsi, belasan korban dan penyintas Tragedi 65 dari Banten menggelar pertemuan sendiri di lokasi terpisah (3/12). Tak ada yang lebih penting dari pernik kampanye menjelang Pilgub provinsi ini, selain  penyelesaian kasus kejahatan HAM berat yang makin tak jelas nasibnya.

Rombongan mantan artis Rano Karno pun, masuk kampung itu dari arah Jalan Raya Pandeglang. Mereka yang tiba untuk kepentingan kampanye pemilihan di tengah hiruk-pikuk massa, tak kuasa memecah forum kecil yang membincang nasib para korban kejahatan kemanusiaan ini.

“Kampanye cagub tak lebih penting dari pertemuan ini”, ucap Gebar Sasmita.

Perupa Pandeglang yang meski bukan anggota Lekra tapi pernah dibui rezim militer Soeharto dan mendekam selama 14 tahun sebagai tapol Pandeglang, Bandung dan Nusakambangan ini; beserta kolega sejawat lainnya pun lebih memilih ketemu Bedjo Untung yang memang ditunggu kehadirannya hari itu.

 

Tema Rekonsiliasi Sejarah Indonesia 1965  

Ketua YPKP’65 Pusat Bedjo Untung memang ditunggu untuk menjelaskan hasil-hasil partisipasinya si Konferensi Internasional di Frankfurt, 9-12 November lalu. Konferensi Internasional yang digelar Goethe University membincang seputar tema besar Sejarah Rekonsiliasi Indonesia dengan 1965: Fakta, Rumor dan Stigma; itu telah sukses digelar. Tak kurang 32 pembicara dari berbagai negara seperti Jerman, Belanda, Perancis, Nepal, Taiwan dan Indonesia sendiri hadir di sana.

Konferensi internasional yang menghadirkan para ahli dan peneliti sejarah, penulis, praktisi hukum, pegiat HAM, artis dan korban terkait genosida Indonesia tahun 1965 dari berbagai negara Eropa, Asia, Afrika serta Indonesia sendiri. Konferensi ini menarik antusiasme publik luas di Jerman. Bukan saja bagi para eksil yang terhambat sejak peristiwa 1965 pulang karena paspornya dicabut di era Soeharto berkuasa. Tetapi juga bagi kalangan muda, para mahasiswa Eropa dan Asia yang hari ini tengah menimba ilmu di Jerman.

Peristiwa yang dikategorikan sebagai genosida di Indonesia ini memang telah sejak lama memasuki percaturan di komunitas internasional. Terlebih dengan fakta-fakta sejarah yang selama ini ditutup rapat atau bahkan diingkari. Sehingga semakin kasus kejahatan kemanusiaan ini ditutupi maka semakin besar animo komunitas internasional untuk tak henti mempertentangkannya.   [hum]

 

Para Pembicara (32) Konferensi Internasional 

Sejarah Rekonsiliasi Indonesia dengan 1965: Fakta, Rumor dan Stigma

Prof. Dr. Saskia Wieringa | University of Amsterdam,

Prof. Dr. Mestika Zed | Universitas Negeri Andalas, Padang,

Diah Wahyuningsih Naat | State High School teacher of Batam,

Dr. Asvi Warman Adam | Sejarawan LIPI, Jakarta,

Ahmad Nashih Luthfi | Dosen STPN Yogyakarta,

Dianto Bachriardi | Komnas HAM–RI,

Hina Jaelani | Special reporteur PBB,

Prof. Arndt Graf | Goethe University, Frankfurt,

Prof. Dr. Jean-Louis Margolin | University of Provence Aix Marseille, France,

Prof. Dr. Elsa Clavé | Goethe University Frankfurt,

Prof. Dr. Pierre Monnet | The French German Institute for History and Social Sciences,

Dr. Rhoma Dwi Aria Yuliandri | State University of Yogyakarta,

Dr. Abdul Wahid | University Gajah Mada, Yogyakarta,

Dr. Rémy Madinier |Centre Asie du Sud-Est, CNRS, Paris,

Dr. Timo Duile | Bonn University, Bonn,

Hilma Safitri | Agrarian Resources Center ARC, Bandung,

Benedicta Irene Purwantari | Researcher in Kompas journal, Jakarta,

Daniel Rudi Haryanto | Documentarist, Yogyakarta,

Dr. Kar Yen Leong | Tamkang University Taiwan,

Simon Gorski | University of Vienna,

Dr. Baskara T. Wardaya | University Sanata Dharma, Yogyakarta,

Prof. Dr. Antonia Soriente | University l’Orientale, Napoli,

Anett Keller | Asia House, Köln,

Muhammad al-Fayyadl, MA | Nahdlatul ‘Ulama, East Java, Indonesia

Dr. Yeri Wirawan | University Sanata Dharma, Yogyakarta,

Elisabeth Ida | Artist, Bruxelles,

Visoth Chhay | Director of the Tuol Sleng Museum -Genocide museum- Phnom Penh,

Dr. Helene Jarvis | Adviser to the Royal Government of Cambodia and board member at the Center for the Study of Genocide and Justice, Dakha, Bangladesh,

Prof. Dr. Werner Konitzer | Director of Fritz Bauer Institute for research on the history and impact of the Shoah, Goethe University Frankfurt,

Mireille Fanon Mendes-France | President of the Frantz Fanon Foundation, Paris,

Dr. Nani Nurrachman-Sutojo | Psychologist, Universitas Atma Jaya, Jakarta,

Bedjo Untung | Association for research on mass murder’s victims –YPKP’65.

Don't miss the stories follow YPKP 1965 and let's be smart!
Loading...
0/5 - 0
You need login to vote.
Arsip foto pembantaian di Rawagede
©www.kennislink.nl

Belanda Akan Menyelidiki Kekerasan Tentaranya di Indonesia

Dr. Herlambang P. Wiratraman [Foto: Ist]

Siaran Pers Hari Hak Asasi Manusia Internasional | SEPAHAM Indonesia

Related posts
Your comment?
Leave a Reply