Song So-yeon dan Sarang Lee “Aksi Kamisan” di Jakarta

Dalam kunjungannya ke Indonesia sebagai tamu YPKP 65, aktivis HAM dan peneliti “Truth Foundation” South-Korea, Song So-yeon (51) dan Sarang Lee (30) menyempatkan hadir di lokasi Aksi “payung hitam” Kamisan seberang istana kepresidenan, di Jakarta (9/3).
Meski dalam perjalanannya paska pertemuan di KontraS menuju lokasi aksi, Sarang Lee kehilangan ponselnya saat menumpang Bajaj; keduanya antusias mengikuti aksi Kamisan yang ke 484 hingga usai.
Dikatakannya aksi rutin seperti ini juga dilakukan oleh para survivor korban kejahatan HAM penguasa masa lalu di negeri ginseng bahkan hingga 700an hari aksi.
Dalam pertemuannya di KontraS Jakarta, keduanya sempat berdialog dengan para korban penyintas Tragedi 65, termasuk Eyang Sri mantan jurnalis The National Economist Daily pada era 60-an yang dipenjarakan rezim Orba selama 11 tahun.
Solidaritas Mengungkap Kebenaran
![KONTRAS: Song So-yeon dan Sarang Lee dari "The Truth Foundation" South-Korea saat bertemu dengan Eyang Sri, dan para korban kejahatan HAM lainnya; di Kantor KontraS Jakarta (8/3). [Foto: Humas YPKP'65]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2017/03/1988_truth-kontraS-300x180.jpg)
KONTRAS: Song So-yeon dan Sarang Lee dari “The Truth Foundation” South-Korea saat bertemu dengan Eyang Sri, dan para korban kejahatan HAM lainnya; di Kantor KontraS Jakarta (8/3). [Foto: Humas YPKP’65]
Yang membedakan adalah bahwa perjuangan para korban di Korea Selatan sedikit lebih berhasil, terutama dari sisi hukum; karena negerinya tak menutup diri dari pilihan jalur yudisial dalam penyelesaian kejahatan HAM masa lalunya.
Keduanya melansir data yang dihimpun The Truth Foundation yang menyebutkan ada sekitar 500.000 hingga 1 juta korban kejahatan HAM Korea Selatan, tetapi masih sedikit sekali yang menempuh jalur hukum.
“Dari jumlah itu baru sekitar sepuluh persen yang mendapatkan rehabilitasi menyeluruh”, kata Sarang Lee, yang lebih banyak berperan sebagai penterjemah kolega aktivismenya.
Rehabilitasi yang diperoleh melalui pengadilan negara ini mengharuskan pemerintah Korea Selatan memberikan kompensasi kepada para korban. Bahkan pada awalnya, The Truth Foundation sendiri yang didirikan pada tahun 2009; bermodal dana yang dihimpun dari sumbangan sebagian restitusi yang diterima para korban.
[hum]
Your comment?