Sekilas Tempo Doeloe [2]
![Keterangan foto:
Sitihinggil Kraton Kasunanan Surakarta. [doc]](https://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2018/09/sitihinggil-552x360.jpg)
Menjadi Sekretaris SC
Sekitar akhir tahun 1946 atau awal tahun 1947, ketika itu saya masih sebagai kader muda partai, di Solo diselenggarakan Konferensi Nasional PKI, bertempat di Sitihinggil Kraton Kasunanan Surakarta. Konfernas kemudian dinyatakan sebagai Kongres IV, karena menghasilkan Konstitusi dan memilih CC baru. Waktu itu saya memang belum terlibat langsung dalam konfernas. Tapi sehubungan kegiatan saya banyak dilakukan di Kantor GRI, saya mendapat kesempatan berkenalan dengan sejumlah tokoh komunis Angkatan 26. Ini adalah salah satu keberuntungan saya.
Mereka mayoritas Eks-Digulis, yang datang ke Solo sebagai peserta konfernas utusan daerah. Mereka sebagian besar menginap di Kantor GRI. Melalui Pak Suradi, saya sempat diperkenalkan dengan K.H. Tb. Achmad Chatib .
“Ini lo Bung Sis, kenalkan kawan kita Kyai Chatib,” begitu kata Suradi, eks-Digulis kepala batu. Kyai Chatib, adalah Ketua SC Banten, dan tercatat sebagai Residen Banten yang pertama.
Konfernas atau Kongres IV menghasilkan pengurus baru PKI; yakni Ketua I Sardjono, Ketua II Drs. Maruto Darusman, Ketua III Djoko Soedjono, Sekum I Ngadiman Hardjosubroto. Politbiro terdiri dari Alimin, Sardjono, Maruto Darusman, Ngadiman Hardjosubroto, D.N. Aidit, M.H. Lukman, dan Nyoto. Kemudian Biro Organisasi terdiri dari Djoko Soedjono, D.N. Aidit (Agitprop), M.H. Lukman (Agitprop), dan Roeskak (Bendahara).
Struktur organisasi PKI masih menggunakan pola lama, seperti yang digunakan PKI Angkatan 1926. Yakni, badan tertinggi adalah CC, kemudian SC untuk tingkat karesidenan, OSC untuk tingkat kabupaten, Resort untuk tingkat kecamatan, dan Sarikat Rakyat sebagai onderbouw resmi partai. Sedangkan ormasnya, seperti Pesindo, BTI, dan SOBSI; masih tergabung di dalam Sayap Kiri. Oleh karena itu, secara organisatoris, mereka tidak punya hubungan langsung dengan PKI.
Kelanjutan dari hasil Kongres IV PKI, akhir tahun 1947, SC Surakarta menyelenggarakan rapat anggota. Salah satu agendanya melakukan penyempurnaan pengurus. Dalam kesempatan itu hadir seluruh tokoh komunis Surakarta, baik eks-Digul maupun yang dulu bergerak secara ilegal. Akhirnya, pimpinan PKI ilegal Surakarta, Suhadi, terpilih sebagai ketua. Sedangkan wakilnya Suratno. Saya terpilih sebagai Sekretaris; dan wakilnya Tjokrowardojo, seorang aktivis SOBSI dan pimpinan PD SB Pasar. Bendahara dipegang Manalo. Sedangkan Dita Wilastra, mengurus agitprop.
Sebenarnya saya sama sekali tidak menyangka dapat terpilih menjadi Sekretaris SC. Oleh karena itu saya sempat terkejut. Apalagi kalau mengingat saya hanyalah seorang kader muda; sementara masih banyak kader partai yang jauh lebih senior. Namun justru sebagian besar kader senior, terutama eks-Digulis, memberikan dukungan kepada saya. Seperti Prawiro Munting, Prawiro Karsiman, Dita Wilastra, Suratno, Ukar, dan Mitro, secara tegas menyatakan memilih saya. Mereka sejak lama memang respek dan bergaul akrab dengan saya. Tapi yang terutama berpengaruh besar adalah dukungan dari Pak Alimin kepada saya.
“Sudah, Siswoyo saja sekretarisnya,” begitu kata Pak Alimin, ketika itu.
Saya menduga, mereka memberikan dukungan kepada saya, lebih karena saya sebagai kader muda yang tekun, disiplin, rajin bekerja, dan punya latar belakang pendidikan yang cukup. Jadi mereka menyimpulkan, dengan memilih saya, diharapkan proses regenerasi dapat berjalan dengan baik. Karena tokoh-tokoh komunis eks-Digul, selain usianya sudah lanjut, rata-rata tingkat pendidikannya masih rendah. Cuma kelebihan mereka punya akar massa.
Formasi kepengurusan SC Surakarta tersebut bertahan hingga terjadinya Peristiwa Madiun tahun 1948. Selanjutnya, pasca-Peristiwa Madiun, saya “mengambil-alih” pimpinan SC Surakarta, karena Suhadi tertangkap. Sejak itu, seterusnya defakto saya memimpin SC Surakarta. (Memoar Siswoyo, Ultimus, Juli 2015)
[]
Your comment?