Penyintas Sudah Laporkan Temuan 138 Titik Kuburan Massal Korban 1965 ke Komnas HAM
Dwi Reinjani | Rabu, 15 Nov 2017 14:48 WIB
Penyintas menyebut penemuan kuburan massal itu membenarkan adanya genosida atau pembunuhan massal pada peristiwa 1965, seperti isi dokumen yang baru saja dibuka Badan Arsip Amerika Serikat.
Jakarta – Kalangan keluarga dan penyintas korban 1965 mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan tambahan titik kuburan massal yang ditemukan di wilayah Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 1965) Bedjo Untung mengklaim temuan itu sudah diverifikasi. YPKP 1965 menyerahkan laporan tersebut ke Komnas HAM untuk ditindak lanjuti. Total kini sudah ada 138 titik kuburan massal korban 1965 yang sudah diserahkan ke Komnas HAM.
“Komnas HAM harus terus mengawal apa yang kurang. Makanya saya datang dalam rangka untuk menambah bukti kuburan massal. Ada bukti kuburan masal jumlahnya 122 titik, itu sudah saya laporkan. Sekarang kami menambahkan lagi 16 titik, jadi totalnya 138 titik. Itu seluruh Indonesia, dan kemungkinan akan kami tambah lagi. Ini sudah diverifikasi, jadi saya berani ngomong ini,” kata Bedjo Untung di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Bedjo Untung menambahkan penemuan kuburan massal itu membenarkan adanya genosida atau pembunuhan massal pada peristiwa 1965, seperti isi dokumen yang baru saja dibuka Badan Arsip Amerika Serikat (National Archives and Records Administration/NARA).
“Kami meminta Komnas HAM melakukan penyelidikan ulang berdasarkan dokumen rahasia Amerika Serikat yang telah dibuka untuk umum, berdasarkan Keputusan Sidang Pengadilan Internasional IPT65 Den Haag serta bukti temuan kuburan massal ini,” kata Bedjo.
Kepala bagian penerimaan pengaduan Komnas HAM, Rima mengatakan akan memproses laporan tersebut, namun untuk penyelidikan kebenaran laporan itu hanya bisa dilakukan oleh kejaksaan.
Namun, Rima mengatakan, Komnas HAM tidak akan ikut teribat dalam permasalahan ideologi atau SARA yang tidak berhubungan dengan HAM.
“Mengenai jemput bola, kami sudah melakukan pemeriksaan di Sumatera Utara, Jawa hampir seluruhnya, nanti sampai Flores, lalu Bali, juga Pulau Buru. Lalu Makasar, Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Ini penyelidikan tahun 2012 sudah disampaikan ke Jaksa Agung. Kami harapkan Jaksa Agung melakukan penyelidikan karena kewenangan kami hanya mencari petunjuk awal,” kata Rima.
Your comment?