Presiden Perlu Kembalikan Wibawa Negara lewat Penegakan Hukum dan HAM

Forum Akademisi dan Aktivis HAM:
Presiden Perlu Kembalikan Wibawa Negara lewat Penegakan Hukum dan HAM
Di tengah waktu yang makin sempit, peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia se Dunnia pada 10 Desember 2017 merupakan momen tepat bagi Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap berterusterang kapada bangsa. Presiden perlu menjelaskan tentang kekuatan apa yang merintangi pemenuhan komitmen-komitmen pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia; sebagaimana tertuang dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
FAHAM menilai terdapat persepsi yang luas bahwa pemahaman Presiden tentang perlindungan hak asasi manusia telah tidak sinkron dan tidak sejalan dengan amanat amanat Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila. FAHAM juga merasakan bahwa akibat langsung dari kerugian Presiden ini telah melahirkan gejala impunitas dan pelanggaran ketidakadilan yang meluas bagi kehidupan bangsa. Alhasil, kondisi fundamental ini menjadi sumber bagi terus terjadinya pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia; hingga hari ini.
Tentu saja, situasi akhir-akhir ini yang terjadi, secara hakiki menggerus keteladanan kepemimpinan Presiden Joko Widodo di mata rakyat. Secara kenegaraan, Presiden juga telah mangabaikan upaya-upaya mendasar untuk memulihkan kembali kehadiran Republik Indonesia sebagai negara hukum, sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Akibat dari pembiaran tersebut adalah kecenderungan yang telah membudaya untuk semakin mudahnya orang melanggar hukum dan hak asasi manusia.
Sumber impunitas atau ketiadaan hukum hari ini, kami yakini tidak saja muncul dari wujud manipulasi kekuasaan, namun juga bentuk politik uang yang mencengkeram Rodman birokrasi dan sumber-sumber penegakan hukum dan HAM. Faktanya, wibawa negara dalam bidang penegakan hukum HAM selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo belum juga pulih. Sebagai konsekuensi, arahan Presiden untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terus mengambang, menjauh dan mekanisme-mekanisme hukum yang tersedia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, atau pun mekanisme non-yudisial sesuai TAP MPR Nomor V Tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dengan tidak melanggengkan impunitas.
Kami pun turut mensinyalir, perilaku manuver “kekuatan perintang” yang telah kami singgung di atas, telah sejak lama tidak mendapatkan koreksi yang pantas. Akibatnya, semua bentuk prioritas politik yang terjadi di Indonesia, masih belum mampu membangun momentum kemauan dan kapasitas politik untuk mendorong penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan segala bentuk praktek kekerasan pada ruang-ruang pertumbuhan pembangunan dan ikan-ikatan sosial lainnya.
Kami ingin menyerukan kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk yakin bahwa keadaan dan kultur HAM di Indonesia hanya dapat tersemaikan apabila Presiden dapat hadir dengan penggerak utama perwujudan solusi penegakan hukum dan HAM di negeri ini.
Jakarta, 7 Desember 2017
Your comment?