PMII Jember Menolak Pengangkatan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

1778 Viewed Redaksi 0 respond
illustrasi: https://www.facebook.com/adhielthirteenarmy/posts/1230333567004764
illustrasi: https://www.facebook.com/adhielthirteenarmy/posts/1230333567004764

PC PMII JEMBER
“MENOLAK PENGANGKATAN SOEHARTO SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL”

Akhir-akhir ini publik Indonesia dikejutkan oleh isu pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan Nasional. Usul tersebut gencar diwacanakan oleh Mantan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie. Hal ini juga diamini oleh politisi Gerindra sekaligus Wakil ketua DPR RI Fadli zon. Di sisi lain Menteri Sosial Khofiffah Indar Parawansa Juga mengakui jika proses pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan telah masuk ke Dewan Gelar dan akan di tetapkan antara Tanggal 07-10 November Mendatang.
Pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional telah memicu Kontroversi di berbagai kalangan, mengingat selama medio 1965 hingga akhir masa jabatannya Soeharto dikenal sebagai pemimpin yang otoriter dan pro pasar. Dimulai dari proses pengangkatan Soeharto sebagai Presiden menggantikan Soekarno dilakukan melalui kudeta merangkak oleh KOSTRAD yang pada masa itu dipimpin Soeharto. Bahkan dari dokumen yang dirilis oleh Robert Cobalt Howland (Agen CIA) menyatakan proses pengangkatan Soeharto menjadi Presiden telah direncanakan sebelumnya. Pasca pengangkatan Soeharto, terjadi genosida besar-besaran terhadap orang-orang yang diduga sebagai anggota PKI, PNI, keluarga serta kerabatnya. Menurut, Sarwo Edhie Wibowo, korban pembantaian 1965 bahkan mencapai 5 juta jiwa dan hingga saat ini Pemerintah belum mengusut Tuntas atas pelanggaran HAM yang didalangi Soeharto tersebut.
Memasuki tahun 1967 kebijakan liberalisasi besar-besaran dikeluarkan oleh pemerintah Orba. Dimulai dari disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Pemerintahan Soeharto membuka kran Investasi besar-besaran terhadap modal asing. Menyebabkan Hutang Luar Negeri Indonesia yang semula 27% dari PDB menjadi 75,4% dari PDB. Peningkatan jumlah modal Asing di Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia tidak Mandiri dan rawan terhadap krisis, sehingga pada Tahun 1998 terjadi Inflasi besar-besaran dimana harga rupiah yang semula Rp 2.500 per US $ meningkat menjadi Rp 25.000 per US $.
Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 semakin memperkuat sinyal runtuhnya orde baru selain penculikan dan pembungkaman aktivis-aktivis pro demokrasi. Pasca keruntuhan Soeharto Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan ketetapan MPR No XI/MPR/1998 Tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme. ketetapan tersebut dilandasi oleh amanat reformasi yang menuntut pengadilan atas Soeharto dan kroni-kroni Orde Baru. Hal tersebut tercantum dalam pasal 4 yang berbunyi “Upaya Pemberantasan korupsi kolusi dan Nepotisme harus dilakukan dengan tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga beserta kroninya maupun pihak swasta atau konglomerat, mantan Presiden Soeharto dengan terus memperhatikan Prinsip praduga tak bersalah dan Hak Asasi Manusia.”
Upaya penegakan atas TAP MPR No XI/MPR/1998 telah dilakukan dengan keluarnya Putusan Mahkamah Agung No 147 PK/pdt/2015 yang merupakan PK dari putusan kasasi No 2096 K/pdt/2009. Dalam putusan tersebut Mantan Presiden Soeharto selaku ketua yayasan Supersemar dinyatakan telah melakukan penyalahgunaan dana yayasan supersemar melalui Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 jo Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 333/KMK. 001/1978 yang menyatakan Bank-bank milik Pemerintah wajib menyetor 50% dari 5% laba bersih ke yayasan supersemar dengan maksud digunakan sebagaimana Tujuan yayasan. Adapun Tujuan yayasan Supersemar adalah untuk beasiswa Pendidikan.
Namun, dana tersebut oleh Soeharto sebagai ketua yayasan disalahgunakan untuk kepentingan pribadinya. Sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar 420.002.910,64 US Dollar dan Rp 185.918.048.904,75. Oleh karena itu, Mahkamah Agung menghukum yayasan supersemar yang dipimpin Soeharto sebesar 315.002.183 US Dollar dan Rp 139.229.178 .
Selain dari pelanggaran yang disebutkan di atas soeharto juga melakukan berbagi pelanggaran sebagai berikut :
1. Pelanggran Hak Sipil dan Politik.
a. Kasus Tanjung Priok (1984).
b. Daerah Operasi Militer Aceh (1998).
c. Kasus Talang Sari (Lampung, 1989).
d. Petrus (1981-1984).
e. Pembunuhan Aktivis Buruh Marsinah (1993).
f. Pembredelan Media cetak (1994) Tempo, Detik, Editor.
g. Penculikan Pro Demokrasi (Februari, Maret 1998).
h. Tragedi Tri Sakti (12 Mei 1998).
i. Kerusuhan Mei 13-15 (1998).
j. Timika (Mei 1998).
k. Pembantaian Massal yang diduga Komunis(1965-1966).
l. Operasi Militer Papua (Irian Jaya 1969-1998).
m. Pembunuhan Wartawan Udin (1996).
n. Pembantaian padepokan Hanjur kuning Majalengka (1993).
o. Larangan ber-Organisasi (NKK-BKK) terhadap gerakan Mahasiswa tahun 1974-1975.
p. Penembakan Warga dalam pembangunan Waduk Nipah Madong (1993).

2. Pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
a. Perampasan tanah Rakyat gedung Ombo tahun 1985-1989.
b. Perampasan Tanah Adat Domi SUMSEL untuk perusahaan nikel.
c. Perempasan tanah dan penggusuran rumah warga oleh PT LANSUNG.
d. Pencemaran dan kekarasan oleh Indo Rayon Porsea SUMUT.
e. Pembakaran rumah warga dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh PT. Kelian Ekual Mining.
f. Korupsi berdasarkan putusan MA nomor 2096 K/pdt/2009 yang memutuskan Yayasan Supersemar mengganti kerugian sebesar 315.002.183 US Dollar.
g. Juli 2015 MA mengabulkan PK Jaksa penuntut umum nomor 147 PK/pdt/2015 dan menolak PK yayasan Supersemar sehingga Yayasan Supersemar wajib mengganti kerugian Negara.
h. Soeharto adalah pemimpin terkorup di Dunia menurut Global Stolen recovery initiatif United Migran tahun 2005 dan didukung oleh transparansi Internasional tahun 2004.

Dengan banyaknya pelanggaran yang telah disebutkan diatas, PC-PMII JEMBER menyatakan sikap untuk

Menolak Pengangkatan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

dan menganggap pemberian gelar Pahlawan kepada Mantan Presiden Soeharto inkonstitusional, serta menuntut untuk :
1. Batalkan pengangkatan gelar Pahlawan Nasional Soeharto.
2. Laksanakan amanat Reformasi.
3. Laksanakan amanat TAP MPR nomor XI/MPR/1998 dan putusan Mahkamah Agung nomor 147 PK/pdt/2015.
4. Usut tuntas pelanggaran Hak Sipil dan Politik serta pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang dilakukan oleh Soeharto dan kroni-kroninya.

[Korlap: Juliyul Hidayatullah]

Don't miss the stories follow YPKP 1965 and let's be smart!
Loading...
0/5 - 0
You need login to vote.
FORUM 65: Para delegasi organ korban kejahatan HAM rezim Soeharto menyampaikan petisi penolakan gelar pahlawan bagi Soeharto di Kantor Kemensos RI di Jakarta (27/10) [Foto: Humas YPKP 65]

Forum 65: “Gelar Pahlawan Soeharto Harus Dibatalkan”

MASS-GRAVES: Salah satu dari 3 lokasi pembantaian massal dan pembuangan mayat di situs cagar alam Gunung Tilu, Bandung selatan. Seorang warga tengah menunjukkan jurang (31/10) berdasarkan petunjuk pelaku pembantaian yang telah bertaubat dan minta maaf sebelum meninggal [Foto: Humas YPKP65]

Jagal Gestok’65 Bandung Selatan Minta Maaf

Related posts
Your comment?
Leave a Reply