Komandan Marinir Mayjen Hartono: Hidup mati ikut Presiden Soekarno!

1534 Viewed Redaksi 0 respond
Komandan KKO AL Mayjen Hartono. ©2015 Merdeka.com
Minggu, 4 Oktober 2015 | 07:03 | Reporter : Yulistyo Pratomo

Aksi pemberontakan yang dilakukan komplotan Gerakan 30 September, atau dikenal G30S, telah mengubah peta sejarah Indonesia. Kejadian itu membuat dia mendapatkan kewenangan tak terbatas untuk melaksanakan penertiban paska-G30S.

Rupanya, tak semua angkatan suka dengan sepak terjang Soeharto. Salah satunya Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL), atau sekarang dikenal Korps Marinir TNI AL.

Dikutip dari buku ‘Nasib Para Soekarnois: Kisah Penculikan Gubernur Bali Sutedja 1966 karya Aju yang diterbitkan Yayasan Penghayat Keadilan, yang dicetak September 2015. Praktik pembersihan terhadap loyalis Soekarno atau disebut Soekarnois dianggap keterlaluan. Seoharto tak segan menangkap, memenjarakan bahkan menghukum mati mereka tanpa melalui proses peradilan. Bahkan Gubernur Bali Anak Agung Bagus Suteja diculik dan tak pernah diketahui rimbanya. Padahal banyak orang bukan PKI tetapi hanya loyalis Soekarno, tapi hal itu disamaratakan.

Komandan Korps Komando Operasi TNI AL (kini Marinir) Mayor Jenderal Hartono termasuk loyalis Soekarno. Hartono berkali-kali meminta restu kepada Presiden Soekarno untuk melawan Soeharto. Dia berencana menggerakkan seluruh anak buahnya, sebab Soeharto telah bertindak di luar batas. Namun, permintaan itu ditolak. Alasan Soekarno, jangan sampai ada pertumpahan darah lagi.

Sikap Hartono ini rupanya didukung seluruh anak buahnya. Di tengah gejolak politik yang kacau balau akibat pembersihan para loyalis Soekarno, dia tetap berkata garang.

“Pejah gesang melu (hidup mati ikut) Bung Karno. Putih kata Bung Karno, Putih kata KKO. Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO.” Kata-kata ini lantas populer di kalangan anak buahnya.

Tahun 1968, Soeharto ditunjuk menjadi presiden menggantikan Soekarno. Soeharto tahu Hartono bakal menjadi rintangan berat jika terus didiamkan. Dia menugaskannya untuk menjadi Duta Besar RI di Korea Utara. Rupanya, cara ini dilakukan untuk menggerogoti kekuatan Hartono terhadap KKO.

Selang beberapa tahun berikutnya, dia diminta pulang ke Indonesia untuk diperiksa. Bahkan, rencana untuk kembali bertugas ke Korea Utara digagalkan dengan alasan penyelidikan belum selesai. Kondisi ini membuatnya resah, dia sadar hidupnya tak akan lama lagi.

Rupanya, ketakutannya menjadi kenyataan. Hartono ditemukan tewas di dalam kamarnya di Jalan Prof DR Soepomo, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Terdapat tiga luka tembak di bagian kepala. Pemerintah menyebutnya bunuh diri.

Kematiannya penuh misteri, bahkan mantan Gubernur DKI Jakarta Letjen KKO (Purn) Ali Sadikin dan mantan Wakasal Laksamana Madya Rachmat Sumengkar menyangsikan keterangan itu. Sebab, data yang ditemukan di rumah Hartono berbeda dengan hasil investigasi resmi yang dikeluarkan RSPAD. [tyo]

Sumber: Merdeka.Com
Don't miss the stories follow YPKP 1965 and let's be smart!
Loading...
0/5 - 0
You need login to vote.

EKSKLUSIF: Kisah Kolonel TNI Tembak Leher Ketua CC PKI Aidit

G30S 1965: Lima Jejak Keterlibatan Amerika

Related posts
Your comment?
Leave a Reply