Komitmen penegakan hukum dan HAM dipertanyakan
-
Temuan 346 lokasi kuburan massal korban tragedi 1965-66 dilaporkan YPKP 65 ke Presiden
Issue penuntasan kasus kejahatan HAM masa lalu seperti menguap dari percaturan pada level kekuasaan. Tak ada progres signifikan menandai kemajuan langkahnya meskipun para korban, keluarga dan penyintas tragedi masa lalu tak putus menyuarakannya, seperti melalui gelar Aksi Kamisan di depan istana.
Pada soal penuntasan kasus-kasus kejahatan HAM berat ini, komitmen pemerintah Jokowi kembali dipertanyakan para korban dengan mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) di lingkungan istana negara Bina Graha pada Selasa (13/08/2019).
Pertemuan pun digelar pada pukul 10.00-13.00 WIB di gedung KSP siang itu yang juga dihadiri oleh perwakilan korban pelanggaran HAM berat lainnya. Yakni korban Tragedi Mei 1998, Tragedi Tanjung Priok dan Tragedi Kudatuli.
Ikut pula hadir Suciwati istri mendiang Munir S Thalib dan Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia (AII).
Namun, baik kepala KSP maupun Pejabat Deputi V yang menangani Bidang Kajian Politik dan Pengelolaan Isu-isu Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodhawardani tak hadir pada pertemuan itu. Sehingga kehadiran para korban hanya bisa diterima staf Deputi V KSP, Jimmy dan Theo.
Komitmen pemerintah dipertanyakan
Komitmen pemerintah Jokowi pada penyelesaian kasus kejahatan HAM masa lalu, kembali dipertanyakan di tengah carut-marut perpolitikan dan maraknya kasus-kasus persekusi kekerasan di berbagai daerah. Reproduksi kekerasan, baik yang dilakukan oleh aparatur negara (TNI-Polri) maupun oleh massa intoleran; harus segera dihentikan.
Pembiaran terhadap tindakan persekusi dan main hakim sendiri ini dinilai sebagai hilangnya supremasi dan kepastian hukum serta jaminan perlindungan negara terhadap seluruh rakyatnya. Meski ada komitmen pemerintah namun lebih terkesan sebagai retorika lipstik politik semata.
Pada kesempatan itu, Suciwati Munir mengkritisi lemahnya implementasi dan aksi konkrit para pembantu Presiden –contohnya- pada Jaksa Agung. Para pembantu presiden tidak bisa menerjemahkan visi Jokowi yang ingin selesaikan kasus pelanggaran HAM secara bermartabat dan berkeadilan.
“Sudah sangat jelas Jokowi perintahkan untuk segera usut tuntas kasus pembunuhan Munir, namun Jaksa Agung tidak juga melaksanakannya”, kata Suciwati mengingatkan.
Tak jauh berbeda dengan kasus-kasus kejahatan HAM berat lainnya yang terjeda penyelesaiannya. Direktur Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid yang menyertai pertemuan korban dengan KSP ini, ikut angkat bicara.
Usman Hamid menengarai di titik penegakan hukum dan HAM, Jokowi dinilai sangat lemah. Pihaknya mendesak agar Jokowi benar-benar konsisten atas janjinya. Sinyalemen lemahnya komitmen ini terbukti manifest pada realitas di lapangan.
“Dalam pidato visi dan misi di Sentul, Jokowi tidak menyinggung sama sekali (soal) penegakan Hukum dan HAM”, tegas Usman Hamid mengingatkan.
Temuan 346 lokasi kuburan massal
Tak kurang temuan 346 lokasi kuburan massal korban Tragedi 1965-66 pun telah dilaporkan oleh Ketua YPKP 65 Pusat, Bedjo Untung; kepada Presiden. Temuan lokasi kuburan massal para korban yang diyakini bakal terus bertambah jumlahnya ini, makin menguatkan adanya bukti hukum berupa jejak kejahatan HAM berat -terutama- pada tragedi 1965-66 di Indonesia.
“Tidak ada alasan buat Jaksa Agung yang selalu berdalih kurangnya alat bukti untuk opsi gelar pengadilan HAM adhoc 1965”, papar Bedjo Untung.
Masalahnya adalah bagaimana pemerintah membuktikan komitmennya. Ketua YPKP 65 Pusat ini menyoroti kritis kinerja Jaksa Agung yang justru menjadi bagian dari masalah yang menghambat. Bukan saja karena tidak melaksanakan arahan presiden namun juga telah jelas-jelas mengabaikan rekomendasi Komnas HAM hasil penyelidikan pro-justicia sejak 2012 lalu.
“Kejahatan HAM berat pada Tragedi 65 tak berlanjut ke tahap penyidikan sebagaimana direkomendasikan Komnas HAM”, sambung Bedjo Untung. Ditambahkan bahwa hal yang sama juga berlaku untuk kasus kejahatan HAM lainnya.
Komitmen pemerintahan Jokowi
Selain melaporkan temuan 346 lokasi kuburan massal korban Tragedi 65-66, YPKP 65 sebagai lembaga penelitian sekaligus merupakan organisasi yang mewadahi para korban tragedi yang digolongkan sebagai kejahatan Genosida di Indonesia, Bedjo Untung mendesak pemerintah guna menerbitkan Keppres Rehabilitasi Umum yang mendasari pembentukan Komisi Kepresidenan untuk Kebenaran dan Keadilan.
Semua agar ada kepastian hukum dan jaminan ketidakberulangan kejahatan yang sama, yang sesungguhnya saat ini pun terus terjadi. Akan halnya terhadap temuan lokasi kuburan massal para korban ini YPKP 65 berharap pemerintah bisa melakukan pendataan dan langkah exhumasi, membangun situs kuburan massal yang bisa menjadi pelajaran sejarah bagi generasi bangsa di masa datang.
Menanggapi hal-ihwal yang dikemukakan para korban, kedua Staf Deputi V KSP, Jimmy dan Theo; memastikan bahwa Presiden Jokowi masih tetap pegang komitmen untuk selesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
“Segala masukan dan kritik akan disampaikan kepada Kepala KSP dan selanjutnya ke Presiden”, kata Jimmy.
Ditambahkan oleh Theo, Staf Deputi V KSP lainnya yang meyakinkan bahwa Draft Perpres Komite Kepresidenan untuk Pemulihan Korban dan Keadilan sudah di meja Kemenkumham dan Kemenko Polhukam untuk dipelajari.
Tak dijelaskan terbuka apakah Draft dimaksud coveraged pada soal pengungkapan kebenaran yang mendasari pemulihan dan keadilan bagi para korban yang rata-rata telah menua dan bahkan banyak yang meninggal dunia.. []
Your comment?