Menelusuri Kuburan PKI | Palu Arit di Kebun Sawit

Senin, 16 Mei 2016
Salak senapan di tengah perkebunan karet Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat, disamarkan dengan bunyi tetabuhan. Para anggota PKI diterjang timah panas setelah berkeringat menggali liang kubur mereka sendiri
lis, bukan nama sebenarnya, masih ingat pesan suaminya pada sekitar akhir 1965 itu. Suatu malam, lewat pukul 00.00 WIB, warga Desa Pasir Langkap, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, ini disuruh membunyikan tetabuhan di rumah.
Menurut sang suami, malam itu akan ada eksekusi terhadap para anggota Partai Komunis Indonesia di sebuah bangunan yang dipakai untuk kantor pengelola kebun karet. Saat itu, suami Lilis bekerja sebagai staf di kantor tersebut.
Anggota PKI berhari-hari sebelumnya dibawa ke bangunan peninggalan Belanda tersebut untuk diinterogasi. Para tahanan itu dibawa oleh tentara dan ditampung di sayap kanan bangunan.
“Rumah peninggalan Belanda yang diduga menjadi lokasi kuburan massal ini terletak tepat di atas bukit Cikidang.”
“Saya dikasih tahu Bapak (suami), itu orang-orang PKI yang ditahan di kantor. Bapak (sekarang) sudah meninggal,” tuturnya saat ditemui detikX.
Setelah diperiksa, para tahanan itu diminta menggali dua buah lubang. Satu lubang di antara bangunan utama dan sayap kanan, yang ditumbuhi pohon mangga, sedangkan satunya lagi di belakang gedung yang dibangun pada 1912 itu.
Berdasarkan kesaksian suaminya, tutur Lilis, para tahanan PKI itu kemudian ditembak dan jenazahnya dimasukkan ke lubang. Beberapa orang sempat melarikan diri, tapi segera disusul rentetan tembakan. Namun ia tidak tahu mereka selamat atau tidak.
![Rumah peninggalan Belanda yang sekarang digunakan sebagai kantor PT Hardja Setia. Bangunan ini diduga menjadi tempat penahanan dan pembantaian anggota PKI. [Foto: Isfari Himat/detikX]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2017/02/detik_cikidang-300x197.jpg)
Rumah peninggalan Belanda yang sekarang digunakan sebagai kantor PT Hardja Setia. Bangunan ini diduga menjadi tempat penahanan dan pembantaian anggota PKI. [Foto: Isfari Himat/detikX]
Warga desa, termasuk Lilis, disuruh membunyikan tetabuhan dengan maksud agar suara tembakan itu tidak terdengar. “Semalaman waktu itu,” ujar Lilis.
Setengah abad berlalu, kondisi perkebunan di bukit itu kini berubah. Pohon karet berganti dengan kelapa sawit. Bangunan itu pun kini dipakai oleh PT Hardja Setia. Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit ini berencana membangun eko-wisata.
DetikX menyambangi perkebunan yang terletak sekitar 50 kilometer dari Kota Sukabumi itu pada Jumat, 6 Mei 2016. Turut menemani siang itu Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 (YPKP 65) Bejo Untung dan bekas anggota Pemuda Rakyat, organisasi underbow PKI, Acep Hidayat.
Rumah peninggalan Belanda yang diduga menjadi lokasi kuburan massal ini terletak tepat di atas bukit Cikidang. Tidak ada penanda apa pun di kuburan pertama yang berada di kompleks bangunan seluas kurang-lebih 500 meter persegi tersebut.
![Pekarangan di sekitar bangunan yang diduga menyimpan jasad anggota PKI. Terlihat pohon mangga yang menjadi penanda kuburan massal. [Foto: Isfari Hikmat/detikX]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2017/02/detik_pekarangan-300x253.jpg)
Pekarangan di sekitar bangunan yang diduga menyimpan jasad anggota PKI. Terlihat pohon mangga yang menjadi penanda kuburan massal.
[Foto: Isfari Hikmat/detikX]
Kawasan itu hanya berupa tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan. Hanya pohon mangga, yang kini menjadi saksi bisu pembantaian massal tersebut, yang masih tegak berdiri.
Di lokasi yang disebut-sebut sebagai kuburan kedua juga tidak ditemukan bekas apa pun yang bisa menjadi petunjuk. Lahan yang berada 100 meter di belakang bangunan itu kini telah menjadi kebun sawit, tapi dikelola perusahaan lain.
Kabar adanya pembantaian aktivis PKI di ladang sawit ini pernah dicoba dibuktikan oleh Acep pada akhir 2015. Awalnya, ia mendengar cerita misteri yang disampaikan rekannya, Mumuh. Keduanya merupakan mantan tahanan politik 1965.
Selama bertahun-tahun, mereka mencari kabar rekan dan saudaranya yang hilang pada tragedi 1965-1966. Mumuh merupakan pedagang bambu. Ia biasa berkeliling Sukabumi untuk mencari pohon bambu dari petani.
Kebetulan, ketika melintas di Cikidang, ia melihat bambu tumbuh subur di kantor perkebunan milik PT Hardja Setia. Namun, saat berbincang dengan warga sekitar, ia diberi tahu tentang keangkeran kantor tersebut. Lahan itu merupakan lokasi kuburan massal PKI. “Jadi Pak Mumuh yang pertama kali tahu. Tapi sekarang dia sakit,” ujar Acep.
Acep pun bergegas memastikan kabar itu. Informasi yang diterimanya mirip dengan penuturan Lilis. Bedanya, pembunuhan itu tidak dilakukan sekali, namun secara bertahap. Sebab, kata Acep, warga membunyikan tetabuhan itu dalam beberapa malam.
“Kami akan mencari kesaksian lebih banyak, terutama dari sipir-sipir di penjara Tangerang yang tahu persis di mana kuburan massal tahanan politik itu.”
Semangat Acep mencari kuburan massal tak pernah lekang. Seluruh keluarganya merupakan korban peristiwa 1965. Mereka semua bergabung dengan Pemuda Rakyat. Acep berusia 17 tahun ketika diciduk aparat militer dan dibawa ke kantor Koramil.
Selama lima tahun ia tinggal di barak dan disuruh melakukan kerja paksa. Orang tua dan adiknya, yang menjalani tahanan kota, diperbolehkan pulang. Sedangkan kakaknya, Manaf, hilang entah ke mana setelah dibawa tentara.
“Dari desa saya ada dua orang yang tidak ketemu. Manaf, kakak saya, dan Mansyur dari BTI (Barisan Tani Indonesia),” tuturnya.
Ia memperkirakan tahanan PKI yang hilang di Sukabumi sebanyak 300-400 orang. Partai berlogo palu dan arit itu merupakan partai yang populer di Sukabumi. Beragam organisasi sayap, seperti Pemuda Rakyat, BTI, Gerwani, dan Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia, menjamur.

Lokasi pembantaian massal para aktivis PKI ini berjarak kurang-lebih 50 km dari Sukabumi.
Foto: Isfari Hikmat/detikX
Rata-rata tahanan PKI yang hilang di tiap desa sebanyak 2-3 orang. Namun hingga kini Acep tak dapat memastikan apakah Manaf dan Mansyur juga dikubur di kebun sawit itu.
Ia menjelaskan, ada dua tempat eksekusi lain di Sukabumi, yakni di Kali Cibarenong, perbatasan Sukabumi dengan Banten, dan perkebunan karet di Tebar, Pasir Langkap. Jasad di Cibarenong mungkin sudah hilang karena sungainya berdekatan dengan pantai.
Anggota Pengarah International Peoples’ Tribunal 65, Reza Muharam, mengakui temuan kuburan di Cikidang cukup berharga. Sebab, pencarian lokasi kuburan massal PKI di Jawa Barat tak mudah.
Menurut Reza, pada 1965-1966, penangkapan aktivis PKI di Jawa Barat diduga dilakukan personel Kodam Siliwangi, bukan Resimen Para-Komando Angkatan Darat (RPKAD) seperti kebanyakan terjadi di wilayah lainnya di Indonesia. Sehingga lokasi eksekusi dan penguburannya pun cukup tertutup.
“Kejadian itu (penangkapan) selalu ditandai masuknya RPKAD terlebih dulu. Jawa Barat ada satu-dua, tapi relatif sedikit. Memang ada penahanan, pemenjaraan, tapi jumlahnya sedikit sekali. Banten, Sukabumi, Subang, dugaan korban, saya tidak tahu,” katanya.
Namun, Kepala Penerangan Kodam III Siliwangi Kolonel Arh (Artileri Pertahanan Udara) Mokhamad Desy Ariyanto mempertanyakan bukti yang dimiliki oleh Reza bahwa kekejian itu dilakukan oleh prajurit Siliwangi.
“Kita belum pernah menerima laporan bahwa di sana ada kuburan massal PKI yang dilakukan oleh prajurit Siliwangi. Silakan mereka laporkan, tunjukkan buktinya,” ujar dia kepada detikX.
Bejo memastikan kuburan di Cikidang juga menjadi temuan baru. Sejak Simposium 1965 diselenggarakan pada 19 April 2016, lembaganya telah melakukan pendataan menyeluruh mengenai kuburan massal di Indonesia.

(Dari kiri ke kanan) bekas anggota Pemuda Rakyat Acep Hidayat, Muhim, dan Ketua YPKP 65 Bejo Untung di Sukabumi.
Foto: Isfari Hikmat/detikX
Ia juga mengakui Jawa Barat tergolong daerah yang sulit. Bejo memperkirakan pembunuhan di Sukabumi dilakukan dalam rentang 1966. Penangkapan tidak langsung dilakukan pada 1965, tapi beberapa bulan setelahnya.
Bejo sendiri juga melakukan pencarian di kawasan Tangerang, Banten. Ia menduga di kawasan tersebut terdapat kuburan massal. Asumsi ini berangkat dari pengalamannya ketika ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang pada masa itu.
Namun pencarian tidak dapat mengandalkan kesaksian tahanan PKI karena mereka lebih banyak dikurung di ruang tahanan. Sedangkan narasumber lain harus dicari karena kejadiannya terlalu lama.
“Kami akan mencari kesaksian lebih banyak, terutama dari sipir-sipir di penjara Tangerang yang tahu persis di mana kuburan massal tahanan politik itu,” ujarnya.
Bejo hanya tahu sedikit semasa mendekam di sana. Beberapa kawannya meninggal dan dikubur di pemakaman umum yang letaknya berada di belakang penjara. Kesulitan lainnya, beberapa area yang diduga merupakan kuburan massal kini menjadi permukiman penduduk.
Marbot (penjaga) Masjid Istiqomah, Babakan, Tangerang, mengaku ada beberapa kuburan lama yang tak pernah dikunjungi keluarga. Namun ia tidak bisa memastikan identitas yang dikubur tersebut. Karena tempat pemakaman tersebut menampung lima kecamatan, yakni Babakan, Tanah Tinggi, Kober, Sukasari, dan Kandang Besar. “Ini sudah puluhan tahun tidak ada yang datang,” katanya.

Makam tanpa nama yang diduga tempat anggota PKI dikuburkan di belakang Masjid Istiqomah, Babakan, Tangerang.
Foto: Isfari Hikmat/detikX
Hingga kini hasil inventarisasi kuburan massal yang dilakukan oleh YPKP 65 mencatat terdapat 122 titik di seluruh Indonesia. Jumlah korban yang dikubur mencapai 14 ribu jiwa. Namun data ini bisa saja bertambah.
Yang pasti, data itu sudah diserahkan Bejo kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan. Pertemuan Bejo dengan Luhut dilakukan pada Senin, 9 Mei 2016.
Menurut Bejo, Luhut menyebutkan, Wonosobo, Jawa Tengah, menjadi salah satu prioritas penggalian yang akan dilakukan. Namun Bejo lebih menyarankan Boyolali, Jawa Tengah. Kondisi fisik kuburan di sana masih terjaga dan saksi hidupnya masih ada.
Sedangkan kuburan di Wonosobo pernah digali oleh YPKP dan beberapa tulang sudah dipindahkan sesuai dengan permintaan keluarga. “Boyolali lebih jelas lagi karena masih ada lubang yang menganga yang belum sempat diisi. Sedangkan satu lubang sudah diisi, diperkirakan isinya 25 orang. Kalau itu orang yang menggali dan menguburkan masih bisa bersaksi karena masih hidup,” ucapnya.
Menteri Luhut mengaku sudah menerima laporan dan pemaparan Bejo. Ia memastikan lokasi tersebut tak akan diganggu. Ia akan membentuk tim terpadu untuk dikirim ke beberapa lokasi. “Kami mau cari secara random dari beberapa tempat,” tuturnya.
Reporter: Isfari Hikmat, Bahtiar Rifai, Aryo Bhawono
Redaktur: Aryo Bhawono
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban
Your comment?