54 tahun Genosida 1965-66: Negara Masih Berkilah
- 346 Lokasi kuburan massal korban Tragedi 1965-66 dilaporkan YPKP 65
Meski tak ada satu pun komisioner yang bisa menemui di kantornya, namun tak menyurutkan YPKP 65 mendatangi Komnas HAM sebagaimana telah dijadwalkan sebelumnya. Semua komisioner tengah berada di luar kota, meski pemberitahuan kedatangan delegasi YPKP 65 telah dilayangkan sejak 3 hari sebelumnya.
Akibatnya, sebanyak 9 delegasi dari berbagai daerah, yang mendatangi kantor Komnas HAM pada Kamis (3/10/2019), hanya diterima Kabiro Penegakan HAM, Imelda Saragih pada pukul 10.00 melalui pertemuan yang berlangsung hingga tengah hari.
Secara khusus, YPKP 65 memang mengagendakan laporan atas temuan lokasi kuburan massal korban genosida 1965-66 yang hingga 1 Oktober 2019 telah mencapai jumlah 346 titik.
“Sebenarnya banyak hal ingin kami pertanyakan kepada para komisioner, terutama, terkait dengan mandeknya proses bagi penyelesaian kasus genosida 1965”, ungkap Bedjo Untung yang memimpin delegasi.
Adapun sebaran lokasi kuburan massal ini berada di 16 provinsi yakni: NAD (7 lokasi), Sumatera Utara (17 lokasi), Sumatera Barat (22 lokasi), Sumatera Selatan (2 lokasi), Lampung (8 lokasi), Banten (1 lokasi), Jawa Barat (7 lokasi), Jawa Tengah (119 lokasi), Jawa Timur (116 lokasi), DIY (9 lokasi), Bali (11 lokasi), Nusa Tenggara Timur (10 lokasi), Sulawesi (9 lokasi) dan Kalimantan (2 lokasi).
“Jumlah temuan lokasi kuburan massal ini bakal terus bertambah karena investigasi masih berlanjut”, demikian penjelasan Ketua YPKP 65. “Pada tahun 2016, temuan yang kami laporkan baru 122 lokasi, kini berlipat jumlahnya..”
Penyelidikan baru
Laporan rinci temuan lokasi kuburan massal korban genosida 1965-66 diharapkan akan mendapat perhatian negara, sehingga keberadaannya dirawat dan dilindungi. Bahkan dinilai penting untuk melakukan penggalian dan penguburan kembali (exhumation) jenasah para korban pembantaian oleh rezim Orba di masa lalu.
Pada tahun 2000 langkah ini pernah dilakukan terhadap kuburan massal para korban genosida 65 di hutan Dempes, Kaliwiro Wonosobo; dengan melibatkan tim forensik dari Yogyakarta. Sehingga, jika dikehendaki, langkah penting ini telah cukup syarat untuk dijadikan bukti yuridis bagi pengadilan HAM adhoc yang harus dibentuk sesuai mandat UU No.26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM adhoc.
Dengan temuan ini, YPKP 65 mendesak agar Komnas HAM menindak-lanjuti dengan penyelidikan baru maupun langkah terobosan lain untuk memastikan penyelesaian tuntas, bermartabat dan berkeadilan bagi korban tragedi yang terjadi 54 tahun lalu.
Kejaksaan Agung“Keberadaan kuburan massal ini adalah bukti adanya kejahatan HAM yang terjadi”, papar Bedjo Untung. “Tak ada alasan Kejaksaan Agung menilai kurang bukti, lalu tak menindak-lanjuti penyelidikan Komnas HAM ke tahap penyidikan”, lanjutnya.
Pada hari yang sama (3/10) temuan 346 lokasi kuburan massal korban Genosida 1965-66 juga dilaporkan ke Kejaksaan Agung di Jakarta. Delegasi pun hanya diterima oleh Kepala Sub Direkorat Hubungan Lembaga Pemerintah, Andi Rio Rahmat didampingi Ratna. Kedatangan delegasi YPKP 65 ke Kejakgung ini rupanya menarik perhatian awak media sejak di Komnas HAM sebelumnya.
Akan halnya stagnasi penyelesaian kasus kejahatan HAM berat masa lalu khususnya Tragedi 1965-66, YPKP 65 menilai bahwa mandeknya tahapan proses penyelesaiannya berada di lembaga yang berwenang dalam penyidikan perkara. Alih-alih memulai penyidikan lanjut, berkas penyelidikan pro-justicia Komnas HAM sejak 2012 hanya bolak-balik di dua lembaga negara.
“Penyidikan lanjut dan mandat pembentukan pengadilan HAM adhoc pun tak pula dilaksanakan”, kata Bedjo Untung. “Sementara para korban dan penyintas telah banyak yang berguguran”.
Penyelesaian yang berkeadilan bagi para korban tak juga datang meski tragedi akibat kejahatan yang dikategorikan genosida ini telah 54 tahun berlalu. [hum]
Your comment?