Ladang Pembantaian Massal Indonesia
Oleh : Bedjo Untung*
Kedengarannya memang aneh. Benarkah ada pembantaian massal di Indonesia? Bagi generasi yang lahir sesudah 1965 bertanya-tanya, setengah tidak percaya. Bukankah Indonesia memiliki Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup yang mengadopsi Declaration of Independence, demokrasi Barat ala Amerika dan Manifesto Komunis, demokrasi model Uni Soviet ketika Lenin berkuasa? Dengan Pancasila diharapkan akan menumbuhkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh toleransi. Bersatu dalam keanekaragaman. Unity in Diversity. Bhineka Tunggal Ika.
Namun, apa yang terjadi?
Melalui rekayasa amat canggih, kotor dan tidak mengenal perikemanusiaan. Dimulai dari drama penculikan 6 jenderal oleh sekelompok orang berseragam militer Angkatan Darat pada dini hari 1 Oktober 1965. Kemudian berlanjut dengan penangkapan, penyiksaan, pembunuhan, penahanan dan pembuangan orang-orang kiri Indonesia. Mayor Jenderal Suharto berhasil mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno. Creeping coup d’etat yang berlumuran darah.
Di masa damai, bukan masa perang. Indonesia memecahkan rekor dalam catatan korban penduduk sipil yang terbunuh. Oei Tju Tat sebagai Ketua Tim Pencari Fakta yang ditugasi Presiden Sukarno untuk mengumpulkan data korban pembantaian massal, menyebut angka 80.000 jiwa terbunuh (angka sesungguhnya adalah 800.000 jiwa, lihat laporannya dalam Memoar Oei Tju Tat hal 191-192).
Sementara itu, Sari Dewi Sukarno (istri Presiden Sukarno) menyebutkan, sekurang-kurangnya 2 juta jiwa terbunuh. Amnesty Internasional menyebutkan 1 juta jiwa terbunuh. CIA dalam laporannya menyebut angka korban terbunuh 500.000 jiwa. Sedangkan Sarwo Eddy Wibowo yang ketika itu sebagai Komandan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) pasukan elite yang ditugasi untuk menumpas/ membunuh orang-orang yang dituduh Komunis, menyebut angka sekurang-kurangnya 3 juta jiwa terbunuh. Keterangan Sarwo Eddy ini disampaikan kepada Permadi, SH anggota Fraksi PDIP. Keterangan Sarwo Eddy kepada Permadi SH ini selalu diulangi oleh Permadi SH setiap kali menjawab pertanyaan pers ketika delegasi korban 65 mengadakan audiensi di DPR- RI pada tahun 2005. Belum ada buku atau pun laporan penelitian yang menyebut jumlah secara cermat dan menyeluruh. Semuanya baru perkiraan. Untuk pembahasan tentang jumlah korban pembunuhan massal 1965, bisa dibaca dalam bukunya Robert Cribb, peneliti dari Australia University yang berjudul “How Many Deaths”.
Laporan yang ditulis para peneliti Barat yang dikutip para peneliti Orde Baru, menyesatkan dan memutarbalikkan fakta di lapangan. Menurut publikasi CIA (Central Inteligence Agency) Pusat Badan Intelijen Amerika Serikat, yang ditulis oleh Helen Louis Hunter, naskah setebal 300 halaman itu, membenarkan adanya pembunuhan massal tersebut. Pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh Komunis dan pengikut PKI (Partai Komunis Indonesia) oleh lawan-lawan politiknya itu, adalah tindakan alami yang wajar, mereka beranggapan bahwa PKI adalah ancaman bagi mereka, sehingga terjadilah clash horisontal.
Apa pun alasannya, tindakan penghilangan paksa nyawa seseorang yang dilakukan oleh sekelompok orang baik bersama-sama mau pun sendiri-sendiri sehingga menimbulkan kematian orang lain apalagi dalam skala besar, tidak dapat dibenarkan oleh agama mau pun kepercayaan mana pun ***
_____________
Bedjo Untung, Ketua YPKP ’65; tinggal di Tangerang
Your comment?