Dokumen rahasia Amerika dibuka, TNI disarankan melakukan hal yang sama

Tito Sianipar | 20 Oktober 2017
Berbagai lembaga swadaya masyarakat di Indonesia meminta TNI Angkatan Darat untuk mau membuka dokumen sejarah 1965, seperti yang dilakukan Amerika Serikat.
Dengan dibukanya data dari TNI maka hal itu akan menambah banyak fakta atau data yang bisa disandingkan satu sama lain dan membuat sejarah kelam tragedi 1965 menjadi lebih terang.
“Kami berharap TNI juga membuka arsip untuk menambahkan data dan dokumen yang sudah dibuka oleh negara lain,” kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Jakarta, 20 Oktober 2017.
Usman merujuk pada dokumen diplomatik Amerika yang dikuak oleh National Security Archive (NSA) ke publik pada 17 Oktober 2017 lalu. Mereka menguak 39 dokumen, yang merupakan catatan korespondensi Kedutaan AS di Jakarta dengan Kementerian Luar Negeri periode 1964-1968.
Sejumlah data dan fakta baru terungkap dari dokumen-dokumen tersebut. Misalnya, plot Angkatan Darat menjatuhkan Soekarno, ide untuk menghabisi Panglima Angkatan Udara Omar Dani, hingga pembunuhan massal, dan tragedi kemanusian bernuansa rasial.
Usman menambahkan yang sepatutnya dipertanyakan bukanlah persoalan kenapa dokumen-dokumen itu baru sekarang dibuka. “Tapi seharusnya yang dipertanyakan adalah kenapa masih banyak yang ditutup-tutupi,” kata Usman.
Selain terhadap publik, menurut Usman, TNI juga tertutup terhadap upaya pro justitia yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Usaha Komnas HAM untuk membuka dokumen militer tidak pernah diberikan TNI,” kata Usman.

Tentara menangkap dan memamerkan sejumlah orang yang diduga anggota dan simpatisan PKI di Blitar, Jawa Timur. Salah satunya adalah Putmainah, tokoh Gerwani dan anggota DPRD dari Fraksi PKI di Blitar | Foto: DOKUMENTASI PUTMAINAH
Komnas HAM menyelidiki dugaan pelanggaran HAM tragedi 1965 dan menyimpulkan bahwa peristiwa pembantaian massal di periode tersebut adalah pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Kami menghimbau Komnas HAM mengambil langkah proaktif menggunakan arsip yang baru dideklasifikasi ini sebagai pelengkap informasi upaya pengusutan kejahatan kemanusiaan 1965,” kata Usman, yang juga mantan anggota tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir ini.
Kerusuhan 1965 di Indonesia.
Senada dengan Amnesty, International People Tribunal 1965 juga mendesak negara-negara lain yang mengetahui dan terlibat dalam tragedi 1965 juga ikut membuka dokumennya. “Selain Amerika, juga Inggris dan Australia,” kata Sri Lestari Wahyuningroem, pegiat IPT 1965.
Menurut Sri Lestari, yang penting dalam proses penguakan tragedi 1965 ini adalah pengungkapan kebenaran soal apa yang terjadi. “Penyelesaiannya nanti apakah judisial atau nonjudisial, pengungkapan kebenaran adalah dasarnya,” kata pengajar Universitas Indonesia ini.
Sri Lestari dari IPT 1965 dan Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia | BBC INDONESIA/TITO SIANIPAR
Feri Kusuma dari lembaga swadaya masyarakat Kontras menduga ada pihak-pihak yang tidak ingin tragedi 1965 diselesaikan secara utuh. Hal itu, lanjut dia, menyebabkan Indonesia tersandera sejarah gelap yang tak pernah bisa selesai.
“Ini akan terus menjadi persoalan. Bagaimanapun, ini harus dibuka karena orang akan terus mempertanyakan,” kata Feri. Menurut dia, negara bisa melakukan perannya dengan baik yakni dengan melanjutkan penyelidikan Komnas HAM oleh Kejaksaan Agung.
“Sekarang tinggal Presiden Joko Widodo, apakah tegas atau tidak untuk menginstruksikan Kejaksaan Agung melanjutkan penyelidikan itu,” pungkas Kurnia. “Waktu dia cuma tinggal dua tahun lagi.”
Sebelumnya, TNI sudah menyatakan tak menghiraukan dokumen rahasia yang dirilis itu. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Wuryanto, menyebut dokumen rahasia itu tidak dapat menggantikan seluruh fakta dalam Mahkamah Militer Luar Biasa selama rentang 1966 hingga 1978.
“Kami akan tetap berpedoman pada hasil Mahkamah Militer Luar Biasa dan saksi-saksi sejarah saat itu,” kata Wuryanto.
Your comment?