Soeprijadi Tomodihardjo | 27 Februari 1933 – 6 Oktober 2019 | R i P

1399 Viewed Redaksi 0 respond
soeprijadi_lelayu

Soeprijadi Tomodihardjo

[27 Februari 1933 – 6 Oktober 2019]

Lahir di Pare Kediri, Jawa Timur pada 27 Februari 1933. Semasa hidupnya dikenal sebagai wartawan dan sastrawan Indonesia yang menjalani hampir seluruh hidupnya sebagai eksil.

Semula ia tinggal di Beijing, memenuhi undangan perayaan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Keberangkatannya pada Oktober 1965 sebagai anggota PWI bersama 15 koleganya untuk suatu liputan di negeri Tirai Bambu selama 1 bulan; pada saat mana tragedi politik tengah mendera Indonesia.

Soeprijadi tak bisa pulang ke Indonesia semasa Soeharto berkuasa. Pada November 1965, paspornya dirampas sebelum kemudian ia memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan sebagai penerjemah pada Kantor Berita Xinhua di Beijing, hingga akhir 1967.

Belakangan atas bantuan kolega seniornya di Kantor Berita Antara Jerman, Soeprijadi melawat ke Eropa Barat, memperoleh suaka politik dan akhirnya menetap di Koeln. Sampai tahun 1998 dia bekerja di Universitaets-Kliniken Koeln, sebuah Rumah Sakit Unversitas Koeln.

Sesungguhnya, Soeprijadi terlahir dari keluarga pendidik. Setelah menamatkan SMA tahun 1954, ia menempuh pendidikan guru selama tiga tahun dan akhirnya memperoleh jabatan sebagai guru ikatan dinas pada Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri di Surabaya sejak 1957.

Antara tahun 1963-1965, sebelum Geger Gestok, Soeprijadi memanfaatkan waktu senggangnya mengikuti kuliah-kuliah jurnalistik dibawah Jawatan Penerangan Jawa Timur. Ini memperkuat visi jurnalistiknya, terutama setelah berpraktik di Redaksi Trompet Masyarakat Surabaya dan bahkan menjadi penerus redaktur sastra koran itu yang semula dikelola Djamil Suherman, Gerson Poyk, dan Hertoto.

Sejak beberapa tahun belakangan dia menderita diabetes, akhirnya pada Minggu, 6 Oktober 2019; Soeprijadi Tomodihardjo pun wafat. Almarhum meninggalkan istri, Joeliani Kostantinah Soerjoatmodjo dan seorang putri Henny, yang bekerja sebagai ahli radiologi dan seorang putranya lagi Tjahjo Tomo.. *

Don't miss the stories follow YPKP 1965 and let's be smart!
Loading...
0/5 - 0
You need login to vote.
YPKP 65: Chairperson of YPKP 65, Bedjo Untung, explained to his guest during the Napak Tilas Prison field visit and the 1965 Political Prisoners Concentration Camp in Tangerang Photo Credit: YPKP'65 [hum]

Commemoration of the “Orba” Prison in Tangerang*

Pendem Ambarawa Fortress  Rosa Panggabean

Sepotong Ingatan dari Kamp Yang Berubah

Related posts
Your comment?
Leave a Reply