Aris Panji Ws (Aris Irianto) 24 Februari 1962 – 26 Juli 2020 I Rip *Anak Mantan Guru PGRI Non-Vaksentral & Aktivis Gerwani , Penyair, Pembela Kaum Tani, dan Pemburu-Peneliti Kuburan Massal 1965-1966
Tak menyangka, bila momen di pesisir selatan Urutsewu ini merupakan gambar terakhir yang menandai perpisahan dengan Bung Aris Panji (Aris Irianto) yang wafat beberapa hari sesudahnya.Lihat, di pagi yang cerah, menatap ke timur namun mentari tidak nampak. Selamat jalan, Bung. Tulisan-tulisanmu, jejak langkahmu menginspirasi kerja-kerja kemanusiaan.Salam duka.(bj YPKP65)
RIP Aris Irianto (Aris Panji Ws)
Ia meninggal 26 Juli 2020 dan dimakamkan di makam desa Menganti, Semanding, Sruweng
Aris Irianto (Aris Panji Ws), Korban dan Anak Korban 65 yang pada 1965 ikut ditahan, lapor diri bersama Ibunya (Bu Khotidjah) aktifis Gerwani Kebumen.
Selain sebagai penyair, penggerak kesenian rakyat, penggiat literasi dan pembela/pendamping kaum tani (terutama ia intens bersama warga berjuang di Urut Sewu), Aris Irianto (Aris Panji Ws) juga habiskan waktunya untuk kerja-kerja penelitian Genosida dan Kuburan Massal 1965, pelaksana Redaksi Soeara Kita dan website : www.ypkp1965.org . Selain itu ia sempat pua menjadi admin website IPT 1965 https://www.tribunal1965.org/
Aris Panji, Penyair dan Aktivis Pembela Kaum Marjinal di Kebumen Telah Tiada – suarabaru.id
Warga Urut Sewu Kebumen Adakan Doa Untuk Aris Panji – portal-indonesia.com
Sejumlah seniman Kebumen yang diwakili Widodo Sunu Nugroho, menyampaikan bahwa Aris Panji merupakan pejuang dan peneliti untuk masyarakat Urut Sewu dan membuka tabir 1000 meter jarak dari bibir pantai mencoba meneliti yang menjadi pertanyaan masyarakat Urut Sewu sejak 2007 sampai akhir hayatnya, ditemukanya fakta fakta bahwa tanah itu milik masyarakat dengan adanya Leter C di desa. Agraria memunculkan sertifikat yang turun temurun dijual belikan, diwakafkan dan menghibahkan dan dibenarkan oleh negara. Semakin jelas bahwa Urut Sewu milik masyarakat.
Aris Panji dengan tubuh rapuh, lemah, pucat, kurus akibat penyakitnya menyempatkan hadir pada Aksi Massa Tani Urut Sewu Kebumen Jawa Tengah pada Senen 27/01/20 depan Pendopo Kabupaten, Alun-Alun Kebumen dilanjutkan dengan Audiensi dengan Bupati. Berat badan Aris Panji sebelum sakit berkisar 52 kg, saat itu beratnya tinggal 38 kg.
Urut Sewu Bercerita -Film dokumenter tentang konflik agraria di Urutsewu
Ide film “Melawan Arus” garapan SMKN 1 Kebumen ini hasil diskusi panjang dengan Aris Panji.
Puisi-puisi Aris Irianto (Aris Panji Ws)
“tak boleh lagi kembali ke jalan senyap
setengah abad yang bisu
sudah lebih lampaui waktu”
[Jalan Senyap, dari Antologi Puisi “Kayusula”, Aris Panji Ws; 2017]
silah, sayap kupu-kupu runtuh sebelah
pada bumi tanpa tanah
kearifan telah padat membatu
dan berubah jadi mesiu
lalu tentara membakarnya
di mana-mana
[Stambul Bamburg Silah, dari Antologi Puisi Nyanyian Karah, Aris Panji WS]
Antologi Puisi Nyanyian Karah
“Saya mengajak semuanya melapangkan jiwa: bacalah puisi-puisi yang cerdas ini dengan hati terbuka agar kita bisa merenungkan suara sejati yang mungkin ada di dalamnya. Memang puisi-puisi Aris Panji Ws yang secara sastrawi cukup kuat ini, ada aroma realisme sosialnya yang pada masa lalu dianggap kiri”. (Ahmad Tohari, Novelis Ronggeng Dukuh Paruh; Sastrawan, Budayawan)
“Membaca satu demi satu puisi dalam antologi Nyanyian Karah, menghadirkan sosok seorang Aris Panji Ws, representasi penyair Kebumen yang paling konsisten dalam berkarya. Karya-karyanya mengesankan ketegasannya untuk mengambil posisi berseberangan dengan penguasa….” (Achmad Marzoeki, Penulis, Pendiri “Masjidraya” Institute)
beberapa puisi dari antologi Nyanyian Karah (selengkapnya sila kunjungi Nyanyian Karah)
nyanyian karah
Jika ini karah nabi, kenapa waris tak pernah kembali
Kebun rubah jadi persil koloni dan di utara dekatnya
Rumah mandor dan markas tentara.
: tiap sebulan ada letup senapan
dengan gema mirip hantu
putar kampung saban minggu
Anak rembulan di pojok latar lututnya pada gemetar
Jika ini karah nabi, kenapa serambi putih
Jadi bisu di bawah kubah
Sejuta ratap kelu dalam khutbah
Kebutuhan malah sulit diomongkan;
kemakmuran cuma jadi pilin merjan
: tiap selapan digelar pengajian
Iuran dikumpulkan saban waktu
Persoalan dibiarkan dalam sedu
Banyak orang terbenam di bisik-bisik,
kersik daun yang tanggal
Gugur oleh kicau burung nakal
Jika ini karah nabi, maka ada yang perlu dibenahi
Pusing badai dalam baki, ditiup bagai asap kopi
Lingkar kubah telah ruah, meski jalanan sempit
Tangan kiri mengepal langit.
O, pengantinku. Yang berbaris di jalanan dan nyanyikan
perubahan. Padahal di tepiannya lumut-lumut merah
telah merapuhkan belenggu sejarah.
– rowopening, april 2001
Stambul Bamburg Silah
telah hilang nyala kunang
dari gerimis
dari embun tiap huma
dan orang-orang yang terjaga
impian telah lapuk
patung pasir di puncak gumuk
bambung, mengekor klangsir
ratu adil tanpa rumah
berpuluh tahun
beratus tahun
para petinggi yang durhaka
kurang tinggi naik menara
antara batu dan dewa-dewa
silah, sayap kupu-kupu runtuh sebelah
pada bumi tanpa tanah
kearifan telah padat membatu
dan berubah jadi mesiu
lalu tentara membakarnya
di mana-mana
telah hilang nyala kunang
dari malam yang terkekang
mengusut anak-anak gembala
yang tersesat di berasengaja
tubuhnya bergidik
kemerdekaan telah tercabik
© setro, 15 desember 2010
keranda itu berjalan ke rumahku
dan keranda itu pun akhirnya berjalan ke rumahku yang
rapuh tapi tegar sebab dibangun di atas ombak jauh dari pasir
namun tetap dekat ke pesisir
lama kutolak duka yang mengiring di belakangnya, cahya
lenguh antara gumuk kelanangan dan ngarai yang kini cemas
tertimbun di sana lalu cinta kita hampir jadi ladang Kurusetra
dendam dialirkan melengkungi pelangi
: duka pun sekarat
saat kita teraniaya
dan keranda itu pun akhirnya berjalan ke rumah ku pelan tapi
pasti menyisakan daunan kering dan impian yang berserakan
di meja sebelum pecah pagi
lama ku dengar suara anak-anak bersorai berebut fajar dalam
rahimMu yang belum jua lepas dari cumbu tetapi
kehangatannya telah dirampas kupu-kupu yang menandai
tamu paling sopan pagi ini mengetuk pintu berulangkali
: siapa, tanyaku pelan mengambang
tapi keburu semua melayang
© Setro 18082009
Beberapa laporan dan dokumentasi foto oleh Aris Panji Ws terkait genosida 1965-1966
Pembunuhan Tapol 65 Setumbu (2019)
SETUMBU: Roedi Subroto, penyintas Tragedi 65 tengah menunjuk lokasi kuburan massal Setumbu, pada 2 titik yang berbeda di atas tanah keluarganya [Foto: Humas YPKP 65] 002
CINDAGA: Runtuhan Jembatan Cindaga yang ambrol pada 27 Juni 2011 kini tinggal puingnya. Tetapi jembatan ini menyimpan kisah tragedi pembantaian tak kurang dari 300-an Tapol 65 . Seseorang penyintas tragedi 65 menunjukkan bekas lokasi hanyutnya mayat korban pembantaian [Foto: Humas YPKP 65] 003
Jejak “Ruyung Kawung” di Sindangheula
SAYUDI: Sayudi, 84 tahun (berdiri nomor 2 dari kanan) dalam foto bersama Ketua YPKP 65 Bedjo Untung yang berkunjung ke Brebes [Foto: Humas YPKP 65] 005
Lampung Timur: Temuan 8 Lokasi Kuburan Massal Korban Tragedi 65
MASS-GRAVES: Slamet, 73, penyintas Tragedi 65 Lampung Timur menunjukkan salah satu dari 8 lokasi kuburan massal korban Tragedi 65 di daerahnya (15/9). [Foto: Humas YPKP’65] 009
Napak Tilas Penjara Tapol Orba di Tangerang
KAMP KERJAPAKSA: Dari arah sebrang sungai Cisadane, Bedjo Untung menunjukkan eks lokasi kamp kerjapaksa yang terbentang seluas 110 hektar dan terbagi dalam 2 blok yang berbeda. Sebagaimana diketahui, Bedjo Untung pernah dipenjara di RTC Tangerang dan menjadi pekerja paksa di kamp Cikokol ini [Foto: YPKP65/Humas}
Your comment?