MS Thaib dan banyak BTI lainnya hilang
![MS THAIB: Anak sulung MS Thaib, Murbo Tengku Satriyo, 68 th, bertutur kisah seputar hilangnya sang ayah dalam tugas ‘turba’ di Kertapati Lampung pada bulan Oktober 1965. Keluarga dan sanak famili tak pernah tahu dimana rimbanya dan bagaimana nasib salah satu pengurus pusat BTI ini sejak Oktober 1965 [Foto: Humas YPKP 65]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2019/04/4174-murbo-655x360.jpg)
Kabar hilangnya salah satu anggota pengurus pusat Barisan Tani Indonesia (BTI) asal Pemalang, MS Thaib begitu mengusik keluarga dan para koleganya hingga kini. Karena tak diketahui rimbanya meski peristiwa ini telah lewat 53 tahun lamanya. Di berbagai daerah, banyak pula orang-orang BTI yang dibunuh tanpa proses pengadilan yang semestinya. MS Taib hanya lah salah satu dari banyak korban yang hilang atau dibinasakan.
Seharusnya tragedi yang menjadi beban sejarah seperti ini telah dapat diselesaikan, dengan pertama-tama membuka seterang-terangnya data orang-orang yang menjadi korban ‘operasi militer’ rezim orba di masa lalu itu..
MS Thaib pernah jadi anggota DPD BTI merangkap anggota DPRD Jateng dari fraksi PKI sampai tahun 1964, sebelum dia ditarik ke Jakarta pada 1965. Sempat mengikuti kunjungan ke luar negeri; Uni Soviet dan RRC. Pada bulan Oktober 1965, MS Thaib, bersama 2 koleganya, Imam dan seorang kolega lainnya, mendapat tugas ‘turba’ ke Lampung di daerah Kertapati, kota terakhir yang menjadi tengara keberadaannya hingga tak diketahui lagi nasibnya setelah Geger Gestok 65 itu.
Rupanya MS Thaib pun tak luput menjadi korban operasi militer dalam pembasmian orang-orang PKI pada masa itu. Dalam konteks ini keluarga berharap jika ada info soal keberadaannya atau kuburannya, dapat diinformasikan kepada keluarga.
![TANI: Keluarga MS Taib di Pemalang tetap konsisten bertani di tengah minimnya dukungan negara di sektor pertanian yang menjadi tradisi keluarga dan masyarakatnya [Foto: Humas YPKP 65]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2019/04/4177-rumah-bti-300x178.jpg)
TANI: Keluarga MS Thaib di Pemalang tetap konsisten bertani ditengah minimnya dukungan negara di sektor pertanian yang menjadi tradisi keluarga dan masyarakatnya [Foto: Humas YPKP 65]
Murbo Tengku Satriyo, putra sulung MS Thaib bersekolah di SMA Baperki yang dulu bernama Pergujati (Perguruan Jatinegara) kini menjadi SMA 19. Ia masih duduk di klas 1 ketika G30S meletus. Ia tinggal serumah bersama ayahnya, MS Thaib, di mess BTI Pusat di daerah Tebet dekat pasar kecil Jembatan Merah Kelurahan Palbatu.
Sebenarnya sudah ada planning memindahkan keluarga MS Thaib karena terdengar kabar bahwa rumah mess itu akan diserbu dan dibakar massa. Tapi karena banyak yang harus diurus dalam rencana pindahan itu, termasuk surat-surat sekolah anaknya, keburu meletus peristiwa G30S yang memporak-porandakan semuanya. Ihwal bagaimana nasib asset mess BTI ini pun tak diketahui selanjutnya.
Salah satu kolega MS Thaib, bernama Karis yang juga tinggal bersebelah dengan Imam dalam mess BTI namun tak ikut disertakan tugas turba ke Lampung, ditangkap aparat militer beberapa pekan kemudian; juga tak diketahui bagaimana nasibnya.
Istri MS Thaib, Rasumi hingga akhir hidupnya pun tak mengetahui ihwal keberadaan suaminya. Mantan aktivis Gerwani yang wafat dalam usia 92 tahun (wafat 17 April 2019) semasa hidupnya adalah ‘Tiga Serangkai’, kiprahnya bersama Tuminah, Tarmini yang aktif sebagai penggerak perempuan desa di Sarwodadi, Comal.Pada tragedi 1965 Rasumi ditangkap militer dan ditahan di Polsek Comal dalam keadaan mengandung anak putrinya yang kemudian lahir di dalam tahanan. Ia juga mengalami kekerasan seksual selama menjadi tahanan politik 65.
Beberapa tahun menjelang wafatnya, Rasumi menderita stroke yang membuatnya tak bisa leluasa beraktivitas. Tragisnya, mantan aktivis Gerwani ini tak pernah pula mengetahui dimana suaminya dan bagaimana keadaannya.
Pembunuhan massal di perbatasan
![PENELITIAN: Penelitian partisipatif melibatkan warga setempat guna mendata dan memetakan lokasi pembantaian dan kuburan massal para korban tragedi 1965. Disinyalir terjadi intimidasi terhadap kalangan muda yang berempati pada sejarah kelam masa lalu desanya [Foto; Huma YPKP 65]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2019/04/4150-tim-300x186.jpg)
PENELITIAN: Penelitian partisipatif melibatkan warga setempat guna mendata dan memetakan lokasi pembantaian dan kuburan massal para korban tragedi 1965. Disinyalir terjadi intimidasi terhadap kalangan muda yang berempati pada sejarah kelam masa lalu desanya. Pada gambar, Ketua YPKP 65, Bedjo Untung menyertai tim [Foto; Hum YPKP 65]
Casmadi dan Sayudi adalah dua diantara beberapa saksi sejarah kelam yang memang mengalaminya. Ironisnya, pembunuhan massal berantai ini sengaja dipertontonkan kepada orang-orang sekitar. Kepada tim investigasi kuburan massal korban tragedi 1965, keduanya menunjukkan lokasi pembantaian yang ada di daerahnya.
![LOKASI PEMBANTAIAN: Dua orang saksi sejarah menunjukkan lokasi pembunuhan massal orang-orang yang dituduh komunis di Sindangheula Brebes [Foto: Humas YPKP 65]](http://ypkp1965.org/wp-content/uploads/2019/04/4142-zakzi2-300x203.jpg)
LOKASI PEMBANTAIAN: Dua orang saksi sejarah menunjukkan lokasi pembunuhan massal orang-orang yang dituduh komunis di Sindangheula Brebes [Foto: Humas YPKP 65]
“Kami dipaksa untuk menyaksikan pembunuhan teman sendiri di Rancaboled”, kisah Casmadi di sebuah lokasi pembunuhan temannya semasa Gestok 1965. Lokasi ini berada di bagian hulu desa Sindangheula, daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Hingga saat ini, kedua penyintas tragedi kemanusiaan ini masih mendapat perlakuan dikriminasi di desanya, terutama intimidasi berkaitan dengan sejarah kelam tahun 1965. Intimidasi ini juga menyasar generasi muda setempat yang mulai berempati pada sejarah masa lalu desanya. Banyak orang menganggap itu peristiwa silam yang sudah final dan harus dilupakan.
“Silahkan yang menganggap selesai tragedi ini. Kami adalah para korban yang tak bisa melupakan walau bisa memaafkan. Urusan kami yang belum selesai adalah soal ketidakadilan yang telah kami alami”, sergah Sayudi.
Bagi Sayudi, Casmadi dan korban lainnya, kejahatan seperti yang melanda desanya dan secara langsung dialaminya tak kan pernah bisa dilupakannya. Banyak orang BTI dibunuh tanpa diadili, Dulwahid, Kirno, Martono, Marno. Beberapa lainnya, karena ketakutan dan depresi lalu bunuh diri dengan cara minum pestisida. Sayudi sendiri adalah korban persekusi massa Sindangheula 1965.
Ia juga ingat bagaimana Sasmita, Cakra dan Santa adalah petani korban yang dibunuh pertama kali di selatan Penangkapan; dua diantaranya masih ada jejak kuburnya. Seorang lagi teman petaninya, Jaya Surki mati dalam tahanan di penjara Brebes. Penangkapan orang-orang BTI masih terjadi hingga tahun 1968 terhadap Edi Kamsah, Suratman, Taryomi, Tarnuhi; petani Sindangheula yang dituduh ‘PKI Malam’.
“Pos jaga pintu tol Pejagan itu juga saksi bisu pembantaian”, terang Sayudi. Di lokasi perbatasan desa Kemuran Tanjung ini terjadi pembantaian atas salah seorang pemudanya Rodi bin Sasmun, lalu mayatnya dikubur di lokasi dekat pintu tol yang kini dibangun pos jaga polisi. [hum]
Your comment?